Tawur Agung

Tawur Agung: Meracik Harmoni

I  W a y a n  S u k a r m a

Tawur Agung menandai akhir musim gugur masa satu tahun Saka, saatnya ciptaan kembali ke Penciptanya. Mencegah timbulnya kekacauan, Tawur Agung nyomya, memurnikan bhuta-bhuta kembali damai ke jati dirinya. Doanya, semoga kosmos tetap tertib dan teratur. Semoga alam bhuta, dunia manusia, dan surga dewa tetap harmoni.
       
Tawur Agung, Mahacaru, Mahabhutayadnya senantiasa ramai dan meriah, ramya. Tawur Agung Kasanga misalnya. Selain penyelenggaraannya di Pateluan atau Pempatan, juga Balaganjur Ogoh-Ogoh dan Kulkul Ngarupuk terlalu jauh dari kesan sunyi dan senyap, sunya. Apalagi Tawur Agung Pancawalikrama yang penyelenggaraannya berbulan-bulan tentu lebih meriah dan megah. Tawur dengan visi somya dan misi nyomya (memurnikan) barangkali dapat menjadi jalan tengah, menengahi tegangan rwabhinneda, seperti Ramya dan Sunya. Purana dan Itihasa pun melukiskan jagatraya berlangsung dalam tegangan abadi antara Rta dan Dharma hingga muncul Agama dengan misi Shanti. Dalam mengemban misi dharma-shanti, damai sakala-niskala kiranya, Tawur Agung dapat menjadi upaya meracik harmoni, Palemahan-Pawongan-Parhyangan. 

Bumi Shanti
Harmoni menggambarkan keadaan seimbang, selaras, dan serasi, seperti akhord dalam seni musik. Seimbang antara fisik, mental, dan psikhis. Selaras antara pikiran, perkataan, dan perbuatan. Serasi antara nama, rupa, dan watak. Dalam khazanah trihita karana meliputi harmoni palemahan, pawongan, dan parhyangan. Harmoni palemahan atau alam dalam pandangan Sankhya misalnya, meliputi harmoni pancamahabhuta dan triguna yang menyertainya termasuk manas (pikiran), ahamkara (ego), dan budhi (kesadaran). Harmoni mengikat, mengombinasikan, dan menyatukan bhuta-bhuta yang banyak dan beragam dalam kerja sama erat melalui suatu tatanan kosmos, Rta. Keniscayaan Rta memaksa dinamika bhuta-bhuta menaati nada, tempo, dan birama alam menjadi mekanika individu, baik alam maupun makhluk.   
Meskipun prinsip-prinsip alam memaksa, ternyata alam harus tunduk di bawah kebutuhan manusia. Perhatikanlah lingkungan sekitar! Bukan hanya keganasan bor-bor tambang melubangi kepadatan bawah laut dan membongkar kekokohan batu bukit dan gunung, bahkan kendali satelit menyela celah-celah tatasurya. Kegarangan gergaji dan peluru pemburu isi hutan pun tidak pernah surut sepanjang tahun. Akibatnya, individu alam terganggu dan menyimpang dari prinsip dasarnya yang berimplikasi pada perubahan iklim dan musim. Bersyukur Kalender Bali menjernihkan nada dan birama alam serta menentukan Tilem Kasanga sebagai akhir tahun Saka, saat tepat Tawur Agung. Mahabhutayadnya ini memurnikan pancamahabhuta, lima mahadaya komposisi kosmos: pertiwi, apah, teja, bayu, dan akasa.
Harapannya, kosmos tetap tertib, teratur, dan harmoni. Entah kosmos magis yang dipenuhi dengan emosi gaib, kosmos mitologi dengan kehendak dewa dan dewi, ataupun kosmos modern dengan rumus matematika dan fisika. Dalam kosmos magis misalnya, Tawur Agung memurnikan bhuta sanak yang dalam skema kanda pat terjalin dalam ikatan persaudaraan nyama papat. Emosi nyama papat pun menggambarkan keserupaan kanda pat dengan gagasan kosmos geosentrik dan antroposentrik dalam pemikiran Yunani. Gagasan ini meracik harmoni bhuta dengan memusatkan Pertiwi, Bumi sebagai pusat jagatraya dan gerak tatasurya. Bumi dan bhuta-bhuta lainnya yang memang terberi – datang kepada setiap orang, bukan pilihan – tetap damai sebagai rumah manusia.   
                                   
Harmoni Rohani 
Bumi memang rumah makhluk, tempat manusia mengalami dan mengamati jagatraya dan gerak tatasurya. Manusia sebagai pusat jagatraya. Pengalaman manusia bersama planet-planet berkaitan dengan waktu misalnya, hubungan antara hari kelahiran dan sifat planet-planet. Sejalan dengan perubahan pengalaman, pengamatan pun berubah-ubah hingga kemunculan heliosentris (Copernicus) tentang gerak semu planet-planet mengelilingi Bumi sebagai akibat dari peredaran Bumi mengelilingi Matahari. Jagatraya berpusat di Matahari. Umat Hindu memuliakan Matahari sebagai pusat harmoni jagatraya, seperti terasa dari gema kumandang mantra pemujaan ke hadapan Siwa Aditya, Sanghyang Surya. Gema rasa yang menggetarkan emosi keagamaan dan kesadaran akan kesatuan bhuta, manusa, dan dewa: harmoni badan, mental, dan jiwa.   
Badan tumbuh besar dan kuat disebabkan oleh makanan. Makanan berasal dari bhuta, entah tanah, air ataupun udara. Mental sehat dan sadar karena pengetahuan. Pengetahuan berasal dari pengalaman, entah pikiran, indra, intuisi, ataupun sabda dan wahyu. Jiwa selamat sebab badan kuat dan mental sehat. Jiwa berasal dari Purusha, Sanghyang Widhi, baik imanen maupun transenden. Ketiganya membentuk harmoni manusia: satyam, siwam, sundaram. Rta menguatkan pikiran, agar badan bebas bertindak, satyam. Dharma melindungi kehendak, agar mental bebas berkesadaran, siwam. Agama menuntun perasaan, agar jiwa bebas berkeinginan, sundaram. Tawur agung memurnikannya, agar manusia tetap menaati prinsip alam dan mematuhi aturan moral menjadi pribadi harmoni.
Perhatikanlah rangkaian Tawur Agung, sejak pagi hingga dini hari menjelang Nyepi. Prani menguatkan ikatan moral, panyama-brayan. Tawur nyomya bhuta-kala, memurnikan ruang-waktu, menjernihkan intelek. Mabuu-Buu, Ogoh-Ogoh, dan Kulkul Ngarupuk mengembangkan kepekaan dan mencerahkan perasaan. Kepekaan yang membentuk harmoni vokal dan instrumental, manusia dan alam. Apabila mengikuti gagasan Purushasukta tentang penciptaan alam dan kurban Purusha, barangkali Ogoh-Ogoh adalah simbol Purusha (Manusia Kosmos), aspek personal seluruh realitas. Dilukiskan, “Purusha berkepala seribu, bermata seribu, berkaki seribu, memenuhi jagatraya, pada semua arah, mengisi seluruh angkasa”. Kurban Purusha, berupa pembakaran Ogoh-Ogoh kiranya, hendak membangun harmoni rohani: dariNya manusia datang, denganNya manusia bertahan, dan kepadaNya manusia kembali.                 

Tawur Musim Gugur 
Manusia dengan rohani harmoni, batin hening dapat menyadari kehadiran, keberadaan, dan tujuan hidupnya atas anugerah Sanghyang Widhi. Bukan karena meyakini kosmos mitologi saja – jagatraya teratur atas kehendak dewa dan dewi, melainkan mempercayai Sanghyang Widhi sebagai andalan hidup. Seperti pesan Sarasamuccaya, sraddha dan bhakti kepada Sanghyang Widhi atas anugerah kelahiran sebagai manusia. Hanya manusia mempunyai anugerah berpikir benar, berkata jujur, dan berbuat baik selaras dengan Dharma. Mahabharata pun mengingatkan, “Barang siapa menegakkan Dharma, Dharma itu akan melindungi dan menyelamatkan dirinya”. Dharma adalah kekuatan alam, pelindung moral, dan pununtun jiwa menuju ke Sanghyang Widhi. “Ikang Dharma inaranan Widhi”, Dharma adalah pewujudan Tuhan.
Dalam rangka menggumuli Dharma itulah Tawur Agung mengambil peran dan tanggung jawab Agama menjalan misi damai dengan membangun harmoni alam bhuta, dunia manusia, dan surga dewa. Pentingnya harmoni palemahan, pawongan, dan parhyangan karena terdapat dua jenis  keadaan niscaya, yaitu kekal dan abadi yang sekiranya, menimbulkan kekacauan, disharmonis. Seperti keterangan Purushasukta berikut. “Ketika para Dewa mengadakan upacara kurban dengan Purusha sebagai persembahan, maka minyaknya adalah musim semi, kayu bakarnya adalah musin panas, dan sajian persembahannya adalah musim gugur”. Artinya, Sanghyang Widhi menciptakan alam semesta, mempertahankannya dalam perubahan, dan memurnikannya dengan mengurbankan diriNya. Siwatattwa menegaskan, segalanya tercipta, bertahan, dan kembali ke Siwa.
Begitulah segala ciptaan mengalami kelahiran, kehidupan, dan kematian berlangsung abadi sepanjang masa melewati musim semi, panas, dan gugur. Musim gugur menandai berakhirnya satu masa, saat segala ciptaan gugur, lebur, dan keluar meninggalkan tempat dan saatnya. Keadaan ini rawan menimbulkan kekacauan, baik elemen maupun tatanan kehidupan keseluruhan. Bersyukur Tawur Agung memurnikan musim gugur secara damai sehingga bhuta-bhuta penyusun kosmos kembali dengan damai ke jati dirinya. Misalnya, Bhuta Dengen, Akasa, dan Dewa Siwa ke Tengah. Kosmos yang ditinggalkannya pun tetap tertib, teratur, dan harmoni. Harmoni bhuta, manusa, dan dewa menandai berakhirnya rangkaian Tawur Agung sekaligus berakhirnya musim gugur masa satu tahun Saka.                 



BALI PUSEH

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Bumi Rumah Kita

  Membaca Ulang Wasudewa Kutumbakam   I   W a y a n   S u k a r m a   Bumi adalah rumah kita bersama. Dunia adalah keluarga kita...