Membaca Ulang Disiplin Umat Hindu
I W a y a n S u k a r m a
Membaca ulang disiplin umat Hindu berarti memaknai kembali tattwa, baik dalam hidup keagamaan maupun hidup kemasyarakatan. Daripada disiplin lainnya agama Hindu memang lebih mengedepankan karma-kanda, praktik tattwa, disiplin tindakan. Praktik tattwa dalam hidup keagamaan disebut Acara, disiplin agama. Praktik tattwa dalam hidup kemasyarakatan disebut Susila, disiplin sosial. Acara dan Susila berisi aturan dan prosedur tindakan yang melandasi disiplin umat Hindu.
“Disiplin”, kata sederhana, namun sarat makna; apalagi mengenai “umat Hindu”. Dalam keseharian kita menemukan beragam pemakaian misalnya, ‘disiplin pikiran’ berarti menaati logika dan ‘disiplin tindakan’ berarti mematuhi etika. Dari contoh itu dapat dipahami, disiplin berkaitan erat dengan ‘aturan dan prosedur kerja’. Dalam dunia kehidupan setidak-tidaknya manusia terikat dan tergantung pada dua macam aturan dan prosedur kerja, yaitu alam dan moral. Keterikatan dan ketergantungan menimbulkan dua macam kewajiban, yaitu yang mesti dan yang harus (dikerjakan). Kemestian dan keharusan inilah menjadi landasan disiplin. Kesetiaan menaati prinsip kemestian dan kesediaan mematuhi hukum keharusan itulah disebut disiplin. Kemampuan dan kesanggupan berdisiplin disebut bertanggung jawab.
Tampaklah disiplin umat Hindu merupakan kesetiaan dan kesediaan umat Hindu menaati dan mematuhi perintah-ajaran agama Hindu – tattwa-susila-acara. Dasarnya Panca Sraddha, lima kepercayaan suci. Praktiknya Panca Yadnya, lima kurban suci. Tahapannya Catur Asrama, empat masa-hidup suci. Jalannya Catur Marga, empat jalan suci. Sasarannya Tri Kaya Parisudha, tiga perbuatan suci. Tujuannnya Catur Purusa Artha, empat tujuan suci. Tujuan puncak disiplin umat Hindu disebut Dharma, yaitu atmanam moksartham dan arthani jagadhita. Hanya saja disiplin suci kini berhadapan dengan beragam disiplin lainnya, entah ideologi ataupun teknologi. Akibat dari benturan disiplin itulah letak pentingnya membaca ulang disiplin umat Hindu berdasarkan sraddha-bhakti, tri rna, dan karmaphala.
Sraddha-Bhakti
Sraddha memerintahkan bhakti. Kepercayaan selalu memerintahkan munculnya tindakan, perbuatan, dan perilaku spesifik. Percaya pada keberadaan Sang Hyang Widhi merupakan perintah memuja dan menyembah Sang Hyang Widhi. Percaya pada keberadaan dewa merupakan perintah memuja dan menyembah dewa. Percaya pada keberadaan leluhur merupakan perintah memuja dan menyembah leluhur. Percaya pada keberadaan ayah dan ibu merupakan perintah memuja dan menyembah ayah dan ibu. Hubungan antara sraddha dan bhakti inilah perintah yang menjadi dasar dari prinsip, aturan, dan hukum agama Hindu. Menunaikan dan memenuhi perintah agama Hindu menjadi kewajiban umat Hindu. Pada disiplin menunaikan kewajiban agama Hindu itulah terletak kehormatan dan kemuliaan umat Hindu.
Hanya saja harga diri, entah kehormatan ataupun kemuliaan seringkali terpinggirkan dari harga-harga lainnya pada banyak bagian kehidupan yang sarat dengan tawar-menawar. Harga diri mengalami negosiasi terus-menerus seiring dengan idola kemajuan dan cita-cita kebaruan. Elastis, barangkali dapat disebutkan menjadi implikasinya, seperti lenturnya norma keluarga dan lembaga sosial lainnya. Interaksi keluarga misalnya, mulai dibatasi seluler. Pengeras suara Puja Tri Sandhya di banjar-banjar dan desa pakraman yang mengalun dari sekeping Compact Disc atau Flash Disc barangkali belum sepenuhnya menjadi teladan. Bersyukur peranan pandita dan pinandita sebagai pemimpin agama belum/tidak tergantikan. Kesucian pandita dan pinandita tetap menjadi tempat umat Hindu meletakkan dan melekatkan sraddha-bhaktinya.
Pandita dan pinandita karena memahami widhisradha dan mengapresiasi widhitattwa dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi pusat penghayatan sraddha-bhakti bersama-sama dan teladan disiplin umat Hindu. Selain memimpin umat Hindu dalam penghayatan agama, juga pandita dan pinandita berkewajiban menyebar-luaskan pengetahuan dan pengalamannya mengenai hidup bersama Sang Hyang Widhi. Menyampaikan kehendak dan perintah Sang Hyang Widhi kepada umat Hindu dalam rangka membantunya mendisiplinkan diri untuk menciptakan ketertiban alam dan keteraturan moral. Hidup tertib menaati prinsip alam dan hidup teratur mematuhi hukum moral, juga merupakan perintah Sang Hyang Widhi. Kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari umat Hindu memahami perintah agama sebagai ketertiban tradisi dan keteraturan adat istiadat.
Tri Rna
Disiplin umat Hindu menunaikan perintah agama memang lebih banyak bergantung pada pandita dan pinandita. Kebergantungan itu karena hutang bawaan lahir, berupa Rsi Rna. Disebut hutang karena kelahiran menjadi umat Hindu disebabkan oleh kesucian pandita dan pinandita. Selain sebagai azas penyebab, juga pandita dan pinandita berkewajiban menjaga keberadaan umat Hindu dan mengantarkannya menuju pada tujuan hidup keagamaan yang terakhir. Perhatikanlah peranan pandita dan pinandita dalam upacara manusa yadnya, sejak lahir hingga mati atau sejak upacara embas rare, bahkan pagedong-gedongan hingga ngaben, bahkan mamukur. Peranan suci dan mulia itulah bimbingan rohani yang membentuk disiplin umat Hindu dalam menunaikan dan memenuhi perintah agama.
Kesucian pandita dan kemuliaan pinandita tetap menuntun dan melindungi disiplin umat Hindu dalam menunaikan kewajiban membayar hutang kepada leluhur ayah dan ibunya, Pitra Rna. Leluhur (beserta ayah dan ibu yang melahirkan) sebagai azas penyebab kehadiran dan keberadaan di dunia ini memberikan dan menjadi garis keturunan. Garis inilah sekat dan batas membuat umat Hindu tahu diri: menyadari awal, tengah, dan akhir hidup. Kesadaran yang mencairkan ego pribadi kepada ego universal. Mencairnya ego pribadi menyebabkan umat Hindu semakin bergantung pada tuntunan dan perlindungan leluhur ayah dan ibu. Ini sebabnya, meremehkan ayah dan merendahkan ibu menjadi cara mudah mengantarkan leluhur menuju jurang neraka.
Untuk menyelamatkan leluhur dari neraka umat Hindu mohon kekuatan, perlindungan, dan tuntunan kepada Sang Hyang Widhi. Permohonan inilah suatu bentuk Dewa Rna, hutang kepada Sang Hyang Widhi. KepadaNyalah umat Hindu memusatkan pikiran, ucapan, dan perbuatan karena Dialah pencipta, pemelihara, dan penghancur. Dialah awal, tengah, dan akhir; segalanya datang, bertahan, dan kembali kepadaNya. KepadaNya pula seluruh tujuan pemujaan dan segala tujuan persembahan. Umat Hindu melakukan pemujaan dan persembahan secara rutin, seperti harian, mingguan, bulanan, tahunan, dan sesuai dengan kebutuhan. Rutinitas keagamaan ini menjadi tradisi dan umat Hindu menjiwainya sebagai adat istidat. Disiplin rohani ini menjadi puncak dari seluruh disiplin umat Hindu.
Karmaphala
Ketiga hutang kelahiran itu disebut Tri Rna. Tiga hutang sebagai azas penyebab kehadiran dan keberadaan manusia. Disebut hutang karena setiap akibat terikat dan tergantung (berhutang) pada sebab. Hubungan sebab-akibat inilah prinsip alam yang membentuk disiplin umat Hindu sehingga merupakan paksaan alam. Disebut paksaan karena prinsip-prinsip alam yang bekerja di luar dan di dalam diri manusia bersifat niscaya. Dalam diri manusia membentuk pola-pola pikiran sebagai prinsip-prinsip rasional. Sebenarnya yang disebut rasional adalah aturan dan prosedur kerja alam yang bersifat mekanis. Sifat inilah melandasi karmaphala yang membentuk disiplin umat Hindu: menaati ketertiban tradisi dan keteraturan adat istiadat, seperti ngotonin, odalan, dan tawur.
Selain prinsip alam yang mekanis, juga hukum moral yang organis dan aturan agama yang rohaniah melandasi karmaphala. Kepercayaan suci ini tidak saja menentukan punarbhawa, takdir kelahiran, tetapi juga nasib, warna-warni kehidupan, bahkan terhentinya kelahiran, moksa. Manusia adalah anugerah Sang Hyang Widhi sehingga umat Hindu berkewajiban menerima dan berdisiplin memeliharanya. Entah melalui jalan ketaatan dan peneguhan ataupun jalan mistik, tetapi tujuannya menuju kematangan dan kedewasaan agama. Perhatikanlah umat Hindu melengkapi pemujaan dan persembahan di merajan dengan kontemplasi budi pekerti di kamar suci. Disiplin agama memang tidak hanya mempengaruhi religiusitas dan spiritualitas, tetapi menjangkau seluruh pribadi manusia dan mempengaruhi seluruh bagian kehidupan.
Bumi Rumah Kita
Membaca Ulang Wasudewa Kutumbakam I W a y a n S u k a r m a Bumi adalah rumah kita bersama. Dunia adalah keluarga kita...
Cari Blog Ini
Arsip Blog
-
▼
2019
(57)
-
▼
Maret
(22)
-
▼
Mar 30
(22)
- Buku Hindu
- Ngayah dan Mayah
- Sumber Daya Manusia Hindu
- Hindu di Tahun Politik
- Hindu itu Indah
- Ekonomi Hindu
- Awyawera
- Bali
- Disiplin Hindu
- Eda Ngaden Awak Bisa
- Desa Kala Patra
- Generasi Digital
- Cendekiawan Hindu
- Pendidikan Hindu
- Tridatu
- Sampah Upacara
- Sukla dan Mala
- Tawur Gunung
- Tawur Agung
- Nyepi Diri
- Nyepi saka 1941
- Perang Suci
-
▼
Mar 30
(22)
-
▼
Maret
(22)
Popular Posts
-
SISTEM PENGOBATAN USADA BALI A.A. Ngr Anom Kumbara Pen gantar Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manu...
-
BRAHMAVIDYA DALAM BHUANA KOSA Oleh I Wayan Sukarma Abstrak Bhuana Kosa adalah lontar yang paling tua dalam kelompok lontar-lontar Siwaistik....
-
PERKEMBANGAN SHIWA-BUDDHA DI INDIA DAN INDONESIA (Pendekatan Ilmu Sejarah) Prof. D.Litt...
-
TATTWA JNÀNA: KAJIAN TERHADAP STRUKTUR I Wayan Suka Yasa 1. Pendahuluan “Candi pustaka” yang menjadi kepustakaan Hindu Bali...
-
REINKARNASI Wacana Surga-Bumi-Neraka I Wayan Suka Yasa Abstrak Keyakinan manusia pada reinkarnasi mungkin lebih tua dari se...
Tentang Penulis
Nama: I Wayan Sukarma
Email: putraghanes58@gmail.com