Pengobatan Bedah Menurut Ayurveda
Ngurah Nala
Pendahuluan
Di dalam kitab Sushruta
Samhita dikatakan bahwa salya pembedahan merupakan terapi atau chikitsa yang paling baik, cepat, dan
berhasil untuk menanggulangi penyakit tertentu yang memerlukan pengangkatan
atau menghilangkan bagian tubuh yang menyebabkan terjadinya penyakit. Menurut
istilah Ayurveda, pengobatan dengan cara pembedahan dilakukan terhadap penyakit
yang diakibatkan oleh penumpukan unsur tri dosha, dhatu, dan mala
di dalam tubuh.
Pembedahan akan memberikan
kesempatan kepada tubuh untuk men-capai keseimbangan dan keharmo-nisannya
kembali. Salya atau pembedahan
tidaklah hanya menyangkut pembedahan atau operasi, tetapi ter-masuk juga
bagaimana menegakkan diagnosis, persiapan mengenai metode yang digunakan,
ukuran, operasi, alat bedah, metode penanganan pascabedah, dan mengembalikan
kesehatan agar normal kembali.
Cara yang biasa digunakan
dalam pembedahan menurutAyurveda adalah sebagai berikut.
DAHA
Daha adalah cara menghilangkan bagian kecil
tubuh yang tumbuh mengganggu (biasanya berupa tonjolan di daerah kulit) dengan
cara pembakaran. Untuk membakar bagian tubuh ini dapat digunakan larutan (ksara) atau langsung dipanasi (agni).
KSARA
Ksara atau kauterisasi merupa-kan cara
menghilangkan dengan meng-gunakan cairan, getah, larutan, atau penggunaan bahan
larutan kimia (alkali) untuk membakar, khusus pada penyakit tertentu. Hal itu
dianggap lebih baik bila dibandingkan dengan diobati menggunakan cara pembedahan
biasa. Terutama pada penyakit kulit, ambeien, fistula (timbul saluran yang tak
lazim) pada anus, abses luka pada mulut atau kerongkongan, misalnya kutil kecil
pada kulit. Dengan meneteskan cairan alkali, kutil tersebut akan terbakar dan
lama-kelamaan menimbulkan luka yang sulit sembuh berbekas setelah sembuh. Atau
dengan menggunakan getah batang kayu suranga (jeruk) yang belum kering
betul. Batang ini dibakar dan dari ujung yang tidak terbakar akan keluar getah
berbuih. Getah yang masih hangat ini dioleskan beberapa kali pada kulit yang
ada benjolannya setiap hari.
Larutan alkali pada umumnya
dibuat dari bahan tumbuh-tumbuhan, terutama dari abu kayu tertentu yang
dibakar. Cara membuat larutan ini harus melalui prosedur tertentu. Misalnya,
seorang vaidhya, tabib atau balian akan membuat larutan alkali
ini. Terlebih dahulu harus menyucikan badannya yang masih gugur (saraf).
Kemudian mendaki sebuah bukit atau gunung untuk mencari tanaman ashita
mushka (ghanta parula) yang setengah umur. Melalui suatu upacara homa
(api), dengan menggunakan bunga putih dan merah, vaidhya memotong pohon
tersebut menjadi potongan kecil-kecil, ditempatkan di tempat yang tidak
berangin. Kemudian kayu ini dibakar dan abunya diambil. Dengan cara yang sama
dibakar sampai menjadi abu dari daun, akar, dan buah tanaman agni-mantha,
apamarga, argvadha, saptach-chhada, snuti, tilvaka, vibhitoka (vrisha)
danjenis lainnya.
Kemudian dicelupkan seukuran delapsmpala
(1 pala = 48 gram) bahan shankhanabhi dalam air bersama dengan
abu dari tanaman agnimantha dan yang lainnya lalu dimasak dan
diadukterus-menerus. Setelah dianggap cukup kental, dituangkan ke dalam kendi
dari besi dan ditutup rapat. Hasilnya merupakan larutan alkali kategori potensi
ringan. Untuk membuat larutan alkali dengan potensi sedang, hams ditambahkan
bubuk obat yang dikenal dengan nama chitraka, danti, dravanti, hingu, vacha,
vidha, visha, dan lain-lainnya. Jika mengingin-kan lamtan alkali dengan
potensi kuat, hendaknya ditambah dengan tiap-tiap bahan sebanyak delapan tola
(1 tola = 12 gram).
Larutan alkali yang
berkualitas baik ialah yang berwama putih, bening, dan licin. Di samping itu,
begitu ditempatkan pada bagian tubuh yang akan diobati, dengan cepat dapat
membakar yang menyebabkan sakit. Tempat yang diberikan larutan alkali akan
kelihatan seperti terbakar, berwama kehitaman, dan meninggalkan bekas
cekungan. Bila tidak tampak seperti ini dan warnanya kemerahan seperti tembaga
atau terasa sakit, gatal, dan sebagainya, berarti tempat ini belum terbakar
sepenuhnya. Harus diulangi lagi dengan meneteskan larutan alkali. Kalau tempat
tersebut berdarah, apalagi penderita sampai pingsan, ada rasa terbakar dan
panas, berarti kelebihan larutan alkali.
Ada beberapa kontra indikasi
atau hal yang harus dihindari dalam meng-gunakan larutan alkali ini, terutama
pada penyakit tertentu. Misalnya orang yang lemati, bayi,orang tua, orang yang
takut terhadap pengobatan ini, orang yang sakit perut karena busung air, wanita
hamil, haid, demam tinggi, sakit pada lubang kemaluan, sakit paru kronik, orang
yang menderita usus abnormal (trt, trsa), laki-laki impoten, wanita
dengan peranakan terganggu tidak dianjurkan untuk melakukan pengobatan
menggunakan larutan alkali.
Di samping itu, juga dilarang
untuk melakukan pengobatan alkali ini pada pembuluh darah balik atau vena,
saraf, sendi, tulang rawan, suturan (pertemuan dua tulang di kepala),pusar,
alat kelamin, bagian tubuh yang ditutupi selaput tipis (bibir, rongga mulut,
lubang telinga, dan lain-lainnya), bagian dalam kuku, bagian yang lunak, mata
(kecuali kelopak mata).
AGNI
Mengobati dengan cara agni atau membakar kadang-kadang jauh
lebih baik hasilnya dibandingkan dengan cara ksara pada penyakit
tertentu. Menurut isi kitab Sushruta Samhita, penyakit yang akan diobati dengan
cara agni hendaknya diketahui
betui bahwa penyakit tersebut memang tidak mungkin diobati dengan cara lain,
tidak mempan dioperasi, sudah pasrah diobati dengan cara agni.
Agni atau pembakaran (kaute-risasi) dengan
panas, terutama dilakukan terhadap penyakit tumor, fistula, pembengkakan pada
testis (buah pelir), kaki bengkak (kaki gajah), pembengkakan pada kelenjar,
kulit kehilangan wama, ulkus kronik, sakit kepala, wasir (ambeien), dan
beberapa penyakit lainnya.
Pembakaran dapat dilakukan
dengan menggunakan besi panas yang membara dari berbagai bentuk, varti (tongkat
obat pembakar), godantha (gigi sapi), surya kanta (batu kristal
berbagai bentuk). Cairan seperti madu, sirup, minyak, dan lilin yang telah
masak, dengan panas tertentu juga sering digunakan sebagai agni. Bentuk kauterisasi
atau agni dapat berupa lingkaran, titik, garis, atau seluruh
permukaan, bergantung pada indikasi dan kontra indikasinya.
Setelah bagian tertentu yang
dikehendaki untuk dibakar selesai, hendaknya diolesi dengan ghee dan
madu. Sebaiknya segera diolesi dengan minyak yang ringan dan dingin pada tempat
yang telah terbakar tersebut. Suatu pembakaran dianggap berhasil bila bagian
tubuh yang dibakar itu tampak ada lasika (serum), ada terdengar seperti
bunyi terbakar, wama seperti buah palmira masak, atau pendarahan terhenti,
tidak merasa sakit setelah pengobatan. Yang merupakan kontra indikasi pada
pengobatan pembakaran ini sama seperti pada penyakit atau keadaan pada
pemakaian larutan alkali. Terutama pada mereka yang mengalami pendarahan dalam
tubuh, usus atau organ pecah, dan mereka yang menderita ulkus.
RAKTAMOKSA (Pengeluaran Darah)
Pada penderita bisul,
pembesaran limpa, radang di berbagai tempat di tubuh sering pengobatannya tidak
dilakukan secara pembedahan, tetapi dengan cara mengeluarkan darah yang ada di
tempat tersebut. Cara ini disebut rakta
moksha. Cara ini dilakukan dengan memanfaatkan binatang lintah. Dengan
menempelkan binatang lintah, ini, darah cepat diisap tanpa menim-bulkan rasa
sakit. Cara pengobatan ini, terutama digunakan pada bayi dan orang yang sudah
tua atau pada mereka yang berbakat penakut, pasien terlalu lemah untuk
dilakukan tindakan bedah atau operasi.
Bagian tubuh yang akan
dilekati lintah digosok terlebih dahulu dengan campuran abu dan tahi sapi yang
masih baru. Lintah yang akan digunakan sebagai penyedot darah dicelupkan
terlebih dahulu ke dalam air yang berisi ramuan biji mostar (tumbuhan untuk
obat kompres) dan bubuk kunir. Kemudian lintah dilekatkan pada bagian tubuh
yang akan dikeluarkan darahnya. Bila lintah tidak mau menempel, iris sedikit
tempat tersebut sehingga keluar darah. Selama lintah mengisap darah pasien,
selalu tubuh lintah dibasahi dengan air agar kuat mengisap darah.
Cara lain untuk mengeluarkan
darah ialah dengan mengiris pembuluh darah balik (venaseksi), pembuluh darah
yang kelihatan di bawah kulit, yang berwama kebiru- biruan. Contoh cara
mengeluarkan darah dengan pengirisan. Pasien yang akan dikeluarkan darahnya
dari kepala, disuruh duduk pada tempat duduk setinggi tungkai dengan kepala
menghadap ke arah matahari. Tung-kainya dibiarkan tertekuk, tidak menjulur
sehingga siku dapat dile-takkan di atas lutut, sedangkan jari tangan mengepal,
yaitu ibujari tangan digenggam oleh keempat jari lainnya. Kedua kepalan tangan
diletakkan di leher di dekat tulang selangkang. Seseorang berdiri di belakang
pasien dan memegang pasien atau mengikat-nya pada lengan dan badannya. Pasien
disuruh menarik napas dalam dan kemudian menahannya. Lalu pemo-tongan vena
dilakukan.
Pemotongan pembuluh darah
balik (venaseksi) di tungkai atau kaki, dilakukan dengan cara manaruh tungkai
yang akan dikeluarkan darahnya di atas lantai. Sebaliknya, tungkai yang lain
diletakkan di tempat yang lebih tinggi dalam posisi tidak lurus. Tungkai yang
akan dikeluarkan darahnya diikat dengan kain, di bagian yang akan dipotong
venanya sejauh empat jari. Kemudian pemotongan dilaksanakan. Ikatan ini
berdikit-dikit dilonggarkan hingga darah mengalir keluar.
Bila pengeluaran darah akan dilakukan
pada lengan, pasien duduk dengan tangan mengepal, yaitu jari lainnya
menggenggam ibu jari. Kain atau tali yang kuat diikatkan empat jari di atas
tempat yang akan dipotong venanya. Pembuluh darah dapat dibuka di daerah
punggung, bahu, dada, perut, pinggang, atau tempat lainnya yang dianggap perlu.
Perlakuan rakta moksha
atau pengeluaran darah dianggap berhasil bila darah yang keluar alirannya
lancar dan berhenti sendiri setelah satu muhurta (1/30 dari satu hari,
1/30 x 24 jam). Banyaknya darah yang boleh dikeluarkan maksimum sebanyak satu prastha
(768 gram) atau enam pala, kira-kira sama dengan isi jika kedua telapak tangan
didekatkan (Bali:
asangkop).
Kontra indikasi untuk
melakukan pengirisan ini adalah pada bayi, orang yang sudah lanjut usia, orang
yang kulitnya kering, mengalami kelelahan, orang penakut atau takut dioperasi,
sedang dalam keadaan mabuk, sehabis melakukan sanggama berlebihan, lelah
setelah mengadakan perjalanan jauh, orang yang telah diobati dengan obat
pencahar (yirecham), obat muntah (yaman), orang yang sedang
mengidap penyakit batuk, sesak napas, demam tinggi, kejang, lumpuh, kahausan (trt),
dan ayan (apasamard). Di samping itu, juga dilarang melakukan
pengobatan rakta moksha pada
pembuluh darah balik yang keadaannya kurang layak untuk dibedah atau diiris.
Darah dapat dihentikan setelah
selesai melakukan rakta moksha
ini dengan cara sebagai berikut.
(1) Sandhana, memberikan obat sari dari larutan ramuan chebuli
myrobolan dan batang pancha valkala (lima macam batang) sehingga
pembuluh darah mengkeret atau kontraksi.
(2) Skandana, dengan cara membe-kukan darah dengan
pendinginan.
(3) Pachana, pengeringan dengan abu.
(4) Dahana, penyusutan pembuluh darah vena yang
seksi. Menurut Vagbhata, bila pendarahan masih terus berlangsung, tidak
berhenti walaupun telah diobati, dibuat insisi lagi kemudian diberikan obat.
ASTHI BHAGNA (Patah Tulang)
Dalam kitab Sushruta Samhita
terdapat pula cara penanganan patah tulang atau asthi bhagna. Menurut
kitab ini ada berbagai ripe tulang, baik pada manusia maupun binatang. Menurut
bentuknya ada tulang kapala (tulang
pipih), ruchaka (tulang kecil
bentuk kubis,seperti tulang jari),
taruna (tulang rawan), valaya
(tulang tipis melengkung, tanpa ruangan), dan nalaka (tulang panjang dengan ruang sumsum). Penanganan patah
tulang pada seseorang tergantung dari bentuk atau tipe tulang yang mengalami
patah.
Klasifikasi patah tulang
menurut Ayurveda adalah sebagai berikut.
(1) Karkataka, patah akibat tekanan.
(2) Aswakarna, patah total atau sempuma yang garis
patahannya miring.
(3) Churnita (?).
(4) Picchita, patah akibat pukulan.
(5) Asthichallita, retak hanya pada bagian lapisan luar
tulang.
(6) Kandabhagna, patah sempuma berbentuk spiral.
(7) Majjanugata, patah karena teriepit.
(8) Atipatita, sejumlah tulang patah sempuma.
(9) Vakra (?)
(10) Chinna, patah tak sempuma.
(11) Patita, patah tulang pipih.
(12) Sphutita, tulang retak.
Untuk mengembalikan,
memulih-kan, dan mengobati patah tulang
(asthi bhagna) ada empat buah prinsip yang harus diikuti dalam
penanganannya, yakni sebagai berikut.
(1) Anchana, dengan menarik bagian tulang yang patah.
(2) Pidana, melakukan manipulasi atau tindakan dengan
cara penekanan lokal.
(3) Samksepa, aposisi dan stabilisasi .
(4) Bandhana, dengan cara imbolisasi agar tidak dapat
bergerak.
Imbolisasi dilakukan dengan
cara membelat (spalk) bagian tulang yang patah. Biasanya digunakan bilah
kayu atau bambu. Bilah kayu ini dibuat dari tanaman aswatha, kukubha,
madhuka palasha, sarya, udumbara, vansa, dan vata. Diduga bahan kayu ini
berfungsi pula sebagai obat. Sering pula babakan kayu atau kulit kayu digunakan
sebagai bilah atau pembebat. Pennukaannya yang cekung amat cocok ditempelkan
pada lengan atau tungkai. Lagi pula permukaan bagian dalam dari babakan atau
kulit kayu ini agak lunak.
Hasil yang dianggap baik
setelah pengobatan patah tulang bila tidak ada hal-hal di bawah ini.
(1) Celah di antara kedua tulang yang patah.
(2) Pemendekan atau pengerutan.
(3) Perubahan bentuk
(4) Tidak sakit dan dapat digerakkan dengan
nyaman.
Selain patah tulang, di dalam
kitab Sushruta ditulis juga tentang keseleo atau dislpkasi. Keseleo adalah
berpin-dahnya salah satu ujung tulang dari sendi. Atau lokasinya tidak benar sehingga
disebut dislokasi. Ada enam macam jenis keseleo, yakni sebagai berikut.
(1) Utsipta, keseleo karena tulang patah
(2) Vishlista, keseleo akibat tercabiknya ligamentum.
(3) Vivartika, keseleo ke arah depan atau belakang.
(4) Avaksipta, berpindah ke bawah.
(5) Atikspita, pergeseran permukaan sendi.
(6) Tiryaksipta, keseleo yang letaknya miring.
Dengan cara pengobatan salya
tantra ini, akan lebih banyak pasien yang dapat ditolong bila cara pengobatan
menggunakan ramuan obat tidak berhasil.
Simpulan
Jikalau pengobatan dengan cara
pemberian ramuan obat tidak berhasil terhadap penyakit berupa benjolan atau
kutil di daerah kulit, maka cara pembedahan sebagai alternatif pengobatan
menurut Ayurveda dapat dilakukan. Berbagai cara yang sering digunakan dalam salya
tantra ini antara lain daha (menghilangkan bagian kecil tubuh), ksara
(menggunakan larutan bahan kimia), atau langsung menggunakan api atau agni.
Cara pengobatan salya tantra ini, terutama ditujukan terhadap penyakit
yang diakibatkan oleh adanya penumpukan unsur tri dosha, dhatu,
dan mala di dalam tubuh dan di daerah permukaan kulit. Pengobatan dengan
cara rakta woksha (pengeluaran darah) ditujukan terhadap penyakit bisul,
pembesaran limpa, dan peradangan di beberapa bagian tubuh dekat permukaan tubuh
dengan pemanfaatkan jasa binatang lintah (pengisap darah). Keseleo, patah
tulang atau asthi bhagna termasuk pula di dalam cara pengobatan salya tantra ini. Cara pengobatannya ada empat
jenis, yaitu berupa anchana, pidana, samksepa, dan bandhana.
Kepustakaan
Dash, V.B. 1980. Fundamental of Ayurvedic
Medicine. Delhi:
Bansal &Co. Garde, R.K. \9SO. Ayurveda for Health and long
life. Bombay:
D.B.
Taraporevala. Hope, a. and P. Murray. 1997. Healing
with Ayurveda. Dublin:
Gill & McMillan. Kutumbiah,
P. 1980. Ancient Indian Medicine. Delhi: Gulap Kurverva.
Society. Thakur, C.G. 1987. Introduction to Ayurvedha.
Delhi:
Arnold-Heiman.