MANFAAT
DHATU DALAM PENGOBATAN AYURVEDA
Nyoman Prastika
PENDAHULUAN
Bahan ramuan obat selain
berasal dari makhluk hidup seperti bhumiruh danjangama, tumbuhan dan
binatang, ada juga yang berasal dari benda mati. Benda mati yang bukan berasal
dari tumbuh-tumbuhan dan binatang yang paling sering digunakan sebagai bahan
ramuan obat terdiri atas dhatu, rasa, ratna, dan visa, yang
terdiri atas logam, nonlogam, mineral, serta air yang diambil dari bumi atau
perthivi.
Logam atau mineral yang belum
diolah jika diminum akan berefek sebagai racun. Oleh sebab itu, setiap logam
atau mineral sebelum digunakan sebagai bahan ramuan obat harus melalui suatu
proses pengolahan khusus sehingga menjadi bentuk bhasma. Bhasma ini
merupakan bentuk logam dan mineral yang telah terbebas dari visa atau racun.
Dalam Ayurveda cara untuk menetralkan efek racun dari logam dan mineral ini
disebut sodhana (pemurnian)
dan marana (pembasmian,
pembunuhan). Proses shodana dan marana dilakukan dengan cara
merebus logam atau mineral dalam air yang telah dibubuhi ramuan dari tanaman
tertentu. Bahan ramuan dari tanaman yang digunakan bergantun pada jenis logam
atau mineral yang akan dihilangkan efek racunnya. Melalui proses perebusan ini
efek racunnya akan hilang, mudah diserap di dalam alat pencernaan, dan amat efektif
sebagai obat.
Bahan ramuan obat yang berasal dari logam dan
nonlogam ini dalam Ayurveda dibagi atas empat kelompok besar, yakni dhatu, rasa, ratna, dan visa. Tiap kelompok ini dibagi lagi
dua subkelompok, yakni dhatu &
upadhatu. rasa & uparasa, ratna & uparatna, dan visa & upavisa.
DHATU
Dhatu berarti elemen kehi-dupan. Oleh sebab
itu, segala sesuatu yang dapat memberikan "hidup" bagi manusia
disebut dhatu. Termasuk tujuh
kelompok jaringan tubuh yang mempakan bagian hidup dari manusia sehingga disebut sapta dhatu, yang terdiri atas rasa
(cairan plasma), rakta (darah), mamsa (daging), meda (lemak),
majja (sumsum, termasuk sumsum otak), asthi (tulang), dan sukra
(air kehidupan, air mani).Ada beberapa logam tertentu yang dapat digunakan
sebagai bahan ramuan obat agar manusia tetap hidup sehat dan panjang umur.
Logam yang memiliki khasiat "menghidupkan" tersebut disebut dhatu. Logam dhatu yang dapat
dimanfaatkan untuk ramuan obat tersebut ada delapan jenis sehingga disebut asta dhatu. Kedelapan logam ini
terdiri atas svarna (emas), tara (perak), tamra (tembaga), vanga (timah), naga (timah hitam), ritika (logam bahan genta?), kamaya (kuningan), dan loha (besi). Semua jenis logam ini
disebut dhatu karena mempunyai
khasiat dan kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidup (dadhati) tubuh
manusia. Mekanisme logam ini adalah dengan cara mencegah terjadinya hal-hal
berikut.
(1) Vali, kulit terlalu cepat mengkriput akibat proses
menua.
(2) Palita, tumbuh uban pada rambut yang terlalu dini
(3) Khalitya, kepala menjadi botak akibat kerontokan rambut
(4) Kasya, badan semakin lama semakin kurus.
(5)
Abalya, badan selalu merasa lemah.
(6) Jara, penampilan seperti orang yang lebih tua dari umur
sebenarnya.
(7)
Amaya, mudah terserang penyakit.
Dhatu di Bali
Di masyarakat Hindu di Bali
telah lama dikenal istilah dhatu
yang dikaitkan dengan elemen kehidupan. Dhatu tersebut ada yang bernama panca dhatu atau tri dhatu. Yang
dimaksud dengan panca dhatu ini
terdiri atas empat macam logam dan satu permata. Keempatjems logam ini
dikaitkan dengan pancaran kekuatan dari para Dewa. Demikian juga dengan permata
tersebut. Logam tembaga atau tamra
dihubungkan dengan kekuatan Dewa Brahma karena berwama merah, yang ber-sthana
atau berada di selatan. Logam emas atau svarna
yang berwama kuning dikaitkan dengan kekuatan Dewa Mahadewa, yang bersthana di barat. Logam besi atau loha
yang berwama hitam dikaitkan dengan kekuatan Dewa Whisnu yang bersthana di utara. Logam perak atau tara dihubungkan dengan kekuatan Dewa
Iswara yang bersthana di timur.
Sebaliknya, permata (biasanya digunakan permata mirah) yang dianggap memiliki
lima macamwama, panca warna,
dikaitkan dengan kekuatan Dewa Siwa, sebagai Dewa yang paling dimuliakan oleh
umat Hindu di Bali yang menganut ajaran Siwa Sidhanta, di-sthana-kan di
tengah-tengah. Sewaktu membangun sebuah tempat tinggal atau bangunan suci di
Bali agar hidup dan terbebas dari gangguan negatif, maka dilakukan upacara pamendeman
padagingan berupa penanaman panca
dhatu. Dengan penanaman panca dhatu ini pada dasar bangunan,
sebagai suatu simbolisme, diharapkan akan mem-berikan kekuatan magis kehidupan
bagi tempat atau bangunan yang didirikan di atasnya. Kekuatan berupa pedagingan
atau isi {daging) ini merupaican pangejawantahan kekuatan para Dewa
yang ber-sthana di keempat penjuru angin. Semua kekuatan negatif yan^
bermaksud menghancurkan yang datang dari keempat penjuru angin akan ditangkal
terlebih dahulu oleh kekuatan dhatu yang mengelilingi tempat atau
bangunan yang ingin dihancurkan. Bila kekuatan penghancur itu masih mampu lolos
dari hadangan dan sampai di tengah-tengah atau pusat, maka dhatu panca warna
yang akan menghadapi-nya. Dengan demikian, keselamatan dan keamanan karang, tempat, atau bangunan yang
ada di sana akan terjamin. Keadaan ini akan memberikan imbas psikologis,
ketenangan, kenya-manan, kedamaian, dan kebahagiaan hidup bagi para pemakai
atau peng-huninya.
Selain panca dhatu
dikenal juga tri dhatu. Kalau panca
dhatu peng-gunaannya lebih ditujukan untuk penangkal kekuatan negatif
terhadap tempat dan bangunan, maka tri dhatu lebih berfungsi untuk
penangkal diri pribadi,sosok manusia sebagai makhluk hidup. Oleh sebab itu,
bentuk dan dhatu yang digunakan sebagai penangkal ini pun berlainan.
Bila pada panca dhatu bahan yang digunakan terdiri atas logam dan
permata, maka pada tri dhatu umumnya
bahannya terdiri atas untaian benang yang terjalin dari tiga helai benang.
Benang - benang ini berwarna merah, putih,dan hitam. Ketiganya melambangkan
pancaran kekuatan Dewa Brahma, Siwa, dan Wisnu. Ketiga Dewa ini merupakan trimurti,
lambang kelahiran {utpatti), pertumbuhan (stithi), dan
pengembalian (pralind). Di samping itu, juga melambangkan kekuatan api,
air, dan angin. Lahir, hidup, mati semua orang berada dalam kekuasaan Tuhan.
Selain dengan melilitkan benang tri
dathu pada pergelangan tangan untuk menjaga kehidupan manusia dapatjuga
dipasang pada tempat-tempat tertentu di rumah sebagai penjaga rumah dan
pekarangan terhadap kekuatan jahat atau negatif yang ingin mengganggu
kesejahteraan, kedamaian, dan keba-hagiaan manusia penghuninya.
Jadi, pengertian dathu di Bali, baik dalam hal panca dathu maupun benang tri dathu, tidak berbeda dengan
pengertian yang terkandung dalam Ayurveda. Keduanya memandang dathu tersebut sebagai elemen yang
dapat memberikan "kehidupan" kepada umat manusia.
Astha dathu
Ayurveda memperkenalkan logam astha dhatu yang terdiri atas delapan
logam dengan berbagai wama untuk penangkal dan penjaga kesehatan dan kenyamanan
tubuh manusia agar manusia tetap berada dalam keadaan svasthya. Umur
panjang (ayur) dhatu yang
mempunyai khasiat pengobatan ini akan diuraikan secara sepintas, terutama
mengenai riwayat terjadinya dan manfaatnya bagi kesehatan tubuh manusia.
Svarna (Emas)
Dalam Ayurveda selalu ada
cerita tentang bagaimana suatu logam sampai berada di bumi ini. Tentang
terjadinya emas dan svarna
di bumi ini ada sebuah cerita mitos yang agak unik. K-onon pada suatu hari di
sorgaloka, Dewa Api Jatavedas amat tergiur nafsunya ketika menyaksikan
kecantikan istrinya. Nafsu birahinya tidak dapat dikekang se-hingga air maninya
memancur keluar danjatuh ke bumi. Air mani yangjatuh ini kemudian berubah
menjadi logam emas. Sejak saat itu di bumi dikenal logam yang disebut svarna atau emas.Air mani merupakan sukra, salah satu dari sapta dhatu atau jaringan tubuh. Sukra
merupakan sumber kekuatan hidup pada semua makhluk hidup, sebagai amrtha.
Apalagi sukra dari para dewa sehingga benda tersebut layak disebut dhatu.
Untuk mengetahui emas yang
baik dan yang jelek sebagai bahan ramuan obat ada caranya. Ciri emas yang baik
digunakan sebagai ramuan obat adalah svarna
yang berwarna merah kalau dibakar, tampak berwama putih jika dipotong, dan
berwarna kuning jingga jika digosok dengan nikasa, yakni batu khusus
untuk mengetes kemurnian logam emas. Svarna
ini memiliki snigdha guna (lembut), picchila guna (berlendir)
yang dominan, serta potensi guru virya (berat). Emas yang kualitasnya
jelek sebagai bahan ramuan obat ialah svarna yang agak putih, keras,
kasar, dan tidak berwama. Semua tanda ini menunjuk-kan ketidakmurnian emas
tersebut. Selain itu, emas yang jelek menjadi hitam jika dibakar atau dipotong
dan tidak menghasilkan wama cerah kalau digosokkan pada batu nikasa.
Emas atau svarna memiliki svadu
rasa (manis), svadu vipaka, dan tikta rasa (pahit). Oleh
sebab itu, logam emas ini berkhasiat saumya (men-dinginkan). Sering
logam ini digunakan sebagai pencampur ramuan vajikarana (aprodisiaka),
atau vrsya (untuk meningkatkan nafsu seksual), mening-katkan bala
(kekuatan), serta rasayana (membuat awet muda). Di samping itu, dapat
pula dimanfaatkan sebagai abisyandi (penguat jantung),sebagai brhmana
(apetiser atau meningkatkan nafsu makan), caksurya (meningkatkan
ketajaman penglihatan), cinamaya (memumikan inteiek dan ingatan), serta
dapat digunakan sebagai ayusya (memperpanjang hidup). Sering juga digunakan
untuk mengobati orang yang terkena
racun atau visa, menyembuhkan unmada
(gila), dan obatjvara (demam). Logam ini bersifat sodhana, dapat
menurunkan ketiga unsur tri dosha. Malahan dapat juga digunakan sebagai ksaya
(konsumsi) serta sosa, menggemukkan orang yang kurus kering.
Efek yang berlawanan akan
munculjika svarna ini digunakan secara salah. Emas yang digunakan secara
salah atau berlebihan dapat mengakibatkan tubuh menjadi lemas karena kehilangan
kekuatan dan energi atau bala. Akibat lebih lanjut akan memudahkan
munculnya berbagai penyakit dan menyebabkan rasa tidak nyaman. Selain itu, emas
dapat juga menjadi racun yang mematikan.
Tara (Perak)
Munculnya perak atau tara
di bumi mempunyai cerita legenda tersendiri. Ketika Dewa Siwa sedang marah kepada
raksasa Tripura di kahyangan dari mata kanannya keluar ulka, cahaya
seperti kilat atau meteor, sedangkan dari mata kirinya keluar asra atau
air mata. Ulka atau air mata kanan kemudian menjelma menjadi Dewa Rudra
sehingga dari tubuhnya selalu memancar cahaya yang amat menyi-laukan. Air mata
kiri atau asra berwama putih mengkilat kemudian jatuh ke bumi dan bembah
menjadi logam yang disebut tara atau perak.
Perak yang kualitasnya baik digunakan sebagai
ramuan obat ini memiliki potensi guru virua (berat), snigdha guna
(lembut), berwama putih, penampilan seperti bulan, tidak hancur tatkala
dibakar, dipotong, atau ditekan. Perak atau tara yang kurang baik
digunakan sebagai ramuan obat adalah tara yang memiliki kathina guna (keras),
didominasi bhuta perthivi dan potensi laghu virya (ringan),
berwama agak merah, kuning serta rapuh (dald). Perak ini akan hancur
jika dibakar, dipotong, atau ditekan (ghand).
Tara mempunyai kekuatan saumya atau
mendinginkan. Selain itu, mengandung pula kasaya rasa (sepet) yang
didominasi oleh unsur bhuta vayu dan perthivi, amia rasa (masam)
yang didominasi oleh unsur bhuta apah dan teja, svadu rasa
(manis) dan svadu vipaka. Perak ini dapat digunakan sebagai virecham
(obat pencahar atau urus-urus), rasayana (menahan proses menua, agar tetap
awet muda), menurunkan unsur vatta dan pitta, serta sebagai obat
penyakit para meha (gangguan kencing).
Efek samping akan timbul bila
salah dalam proses pembuatan dan penentuan takarannya sehingga menim-bulkan tapa
(panas) dalam tubuh, menghancurkan sperma (sukra), menurunkan efisiensi,
energi, dan kekuatan.
Tamra (Tembaga)
Sama seperti logam perak, tamra ini pun memiliki kisah
tersendiri tentang kejadiannya. Menurut mitologi, pada suatu hari Dewa
Kartikeya memuncak nafsu birahinya sehingga tidak tertahankan dan terpancarlah sukra
atau air maninya. Air mani ini jatuh ke bumi, maka muncullah logam tembaga atau tamra.
Tembaga mengandung kasaya
rasa (sepet), svadu rasa (manis), dan tikta rasa (pahit).
Logam ini berkhasiat saumya atau menyejukkan. Tamra dapat digunakan untuk mengobati penyakit ropana (ulkus), udara (gangguan
perut,termasuk asites), krmi (cacingan, infeksi parasit), kustha (penyakit
kulit, termasuk kusta),pmasa (pilek kronik), meningkatkan unsur pitta,
meningkatkan unsur kapha, sebagai ksaya (konsumsi), brhmana (makanan
bergizi),jvara (demam), dan sula (sakit menusuk-nusuk di rongga
perut, kolik).
Tamra yang baik untuk digunakan sebagai bahan
ramuan obat adalah logam tembaga yang berwama arakta (kemerah-merahan),
mampu menahan tekanan (ghana), dan tidak tercampur dengan logam lainnya.
Tembaga yang kurang baik untuk ramuan obat adalah yang warnanya asita, krsna
atau hitam dengan sadra guna (padat, kompak) didominasi bhuta
perthivi atau yang berwama putih, tidak mampu menahan tekanan {ghand), tercampur
besi atau timah. Jika sewaktu meramu obat tembaga ini tidak diproses dengan
benar, dapat menimbulkan efek yang berlawanan dari yang dikehendaki. Bahkan,
dapat menjadi visa atau racun walaupun tamra ini sebenamya bukan racun. Efek tersebut dapat berupa bhrama
(pusing, mabuk), murccha (pingsan, tidak sadarkan din), vidaha (rasa
terbakar), sveda (berkeringat berlebihan), utkledana (menimbulkan
kelengketan dalam tubuh), vanti (muntah), aruci (tak ada nafsu
makan), dan citta santapa (tidak nyaman dalam pikiran).
Vanga (Timah
Putih)
Timah putih atau vanga tidak diceritakan bagaimana
terjadinya di bumi ini. Menurut Ayurveda di dunia ini ada dua macam vanga, yakni khuraka dan misraka vanga.
Dari kedua macam vanga ini yang
terbaik digunakan sebagai bahan ramuan obat adalah jenis khuraka vanga. Timah ini memiliki laghu guna (ringan) yang
didominasi oleh unsur bhuta teja, vayu, dan akasa serta usna
virya (panas).Vanga ini dapat digunakan sebagai obat virecham (pencahar,
arus-urus agar diare), meha (gangguan kencing), krmi (cacingan,
infeksi parasii),panduta (anemia, pucat kurang darah), svasa
(sesak napas), gangguan pada unsur kapha. Logam ini amat baik dipakai
untuk memperta-hankan ketajaman penglihatan (caksurya), menaikkan
sedikit unsur pitta, meningkatkan kerja alat peng-indra, dan menimbulkan
rasa bahagia.
Naga (Timah Hitam)
Timah hitam atau naga ini menurut mitos terjadi dari sukra
Dewa Vasuki. Pada suatu hari Dewa Vasuki ini terangsang birahinya tatkala
menyaksikan adik perempuannya Dewi Bhogi telanjang. Air maninya tumpah dan
jatuh ke bumi. Sukra inilah yang berubah menjadi timah hitam atau naga. Naga mempunyai kekuatan yang sama dengan vanga atau timah putih. Timah hitam ini dapat memberikan kekuatan
sebanyak 100 kali kekuatan ular naga atau ular kobra. Oleh sebab itu, naga
ini digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, sebagai ayusya
(memperpanjang \xvs\vs),pacana (merangsang pencernaan), meningkatkan vrsya
(gairah seksual), dan menunda kematian jika digunakan secara tetap. Bila
digunakan tidak sesuai dengan aturan, logam naga dan vanga akan menyebabkan terjadi efek terbalik. Efeknya dapat
berupa kustha (penyakit kulit, termasuk kusta), gulma (tumor), pandu
(anemia, kurang darah), prameha (gangguan kencing), sopha (oedema
yang disebabkan oleh unsur vatta), bhagandara (fistula, lubang luka di
anus), svitra (bercak putih di kulit, leukoderma), sula (kolik,
sakit menusuk-nusuk di perut), meningkat-kan unsur kapha, menimbulkan jvara
(demam), asmari (batu di saluran kencing), vidradhi (abses), mukharoga
(luka di rongga mulut), arti (sakit seluruh tubuh), dan nitya
abalatva (kelemahan yang cepat).
Ritika (Logam Genta)
Logam genta, logam lonceng,
logam bel, atau ritika merupakan
logam yang cocok digunakan sebagai bahan pembuat genta karena menyebabkan bunyi
genta tersebut amat nyaring jika dipukul. Logam genta terdiri atas dua macam,
yakni ritika dan kakatundi. Untukmengujijenis logam ini
digunakan api dan cuka. Jika logam ini dipanaskan dan kemudian dice-lupkan ke
dalam cuka (kanji) wamanya berubah menjadi merah tembaga, maka logam ini
termasuk jenis ritika. Bila
warnanya berubah menjadi hitam, disebut
kakatundi. Ritika yang
berwama kuning memiliki potensi guru virya (berat) dan snigdha virya
(lembut). Guna yang dikandungnya ialah snigdha guna dan slaksha
guna (licin). Selain itu, logam ini mempunyai sifat spharangi dan trotanaksama,
yakni menyilaukan dan sukar dipecah sehingga merupakan bahan yang baik untuk
ramuan obat. Ada pula ramuan dengan logam ritika yang khasiatnya jelek, terutama yang bersifat stabdha
(kompak,padat), khara (kasar), berwama sukia (putih), atau hingala
(amat merah), ghanasana (tak tahan tekanan), putaga (memiliki
lapisan), dan mala (tidak mumi). Kedua jenis logam ini, ritika dan kakatundi, memiliki sukma guna (halus), tikta rasa(pahit), dan lavana rasa
(asin). Logam ini dapat diman-faatkan untuk pembersih pembuluh darah atau alat
pencemaan, menyem-buhkan penyakit pandu (anemia, kurang darah), dan krmi
(cacingan, infeksi parasit).
Kamsya (Kuningan)
Kuningan atau kamsya
memiliki kasaya rasa (sepet), tikta rasa (pahit), dan ruksha
guna (kenyal) yang dido-minasi oleh bhuta pertivi, teja, dan vayu,
serta guru guna (berat) yang didominasi oleh bhuta perthivi dan apah.
Selain itu, logam ini mempunyai pula potensi usna virya (panas),
bersifat lekhana (mengikis), dan visada (racun). Logam ini dapat
digunakan sebagai bahan ramuan obat untuk virecham (pencahar), caksurya
(mem-pertajam penglihatan), dan menurunkan unsur kapha dan pitta.
Loha (Besi)
Terjadinya besi atau loha me-miliki kisah tersendiri pula.
Menurut cerita dalam Ayurveda, besi itu keluar dari mayat tubuh Lomila Daitya,
salah seorang dari kelompok Deitya atau Raksasa, yang terbunuh ketika berperang
melawan para Dewa. Dalam loha terkandung tikta rasa (pahit), kasaya
rasa (sepet), dan svadu rasa (manis), serta memiliki guru guna (berat,kental),
snigdha guna (lembut). Besi mempunyai sifat saumya, yakni
mendinginkan. Loha dapat dimanfaat-kan sebagai virecham
(pencahar), untuk ayusya atau vayasya (memperpanjang umur), caksurya
(mempertajam penglihatan), meningkatkan unsur vatta, menurunkan unsur kapha
serta vitta, menyembuhkan^ara (keracunan), sula (kolik), sopha
(oedema), arsa (benjolan di anus, ambeien), plihan (gangguan pada
limpa, lien), panduta (anemia), meda (kelebihan lemak), meha (gangguan
kencing), krmi (cacingan, infeksi parasit), dan kustha (gangguan
pada kulit).
Loha yang guruta (berat), drdhata
(kokoh), utkleda (menebal), asmala (kotor), dahakarita
(menghasil-kan rasa terbakar), sudurgandha (bau busuk) tidak baik
digunakan sebagai bahan ramuan obat. Bila dilakukan cara pengobatan yang salah
dengan bahan loha ini, akan menyebabkan sandata (impoten), kustha
(penyakit kulit), hrdroga (sakit jantung), sula (kolik), asmari
(batu dalam saluran kencing), meningkatkan sakit dan hrllasa (nek, mau
muntah), malahan dapat menyebabkan mrtyu (mati). Orang yang sedang
melakukan pengobatan dengan menggunakan bahan ramuan loha dilarang minum
alkohol (madyo) dan makan makanan yang rasanya masam (amia). Menurut
Ayurveda ada beberapa macam ataujenis logam besi yang dapat digunakan sebagai
bahan obat, yakni sebagai berikut.
1. Sara Loha
Logam besi jenis ini merupakan
logam besi terbaik untuk digunakan sebagai bahan ramuan obat. Sara loha ini
memiliki ksamabhrt (tahan tekanan) dan berbentuk sikharakara (bentuk
lonjong). Jika logam ini dicampur dengan cairan yang rasanya masam, akan
menimbulkan partikel kecil seperti debu. Sara loha berkhasiat segera
menyembuhkan graham (gejala stomatitis, sariawan, jampi), atisara (menceret),
meningkatkan setengah unsur vatta tubuh, parinamaja sula (kolik
atau sakit perut menusuk-nusuk tatkala sedang terjadi proses pen-cernaan), chardi
(muntah), pinasa (pilek atau rintis kronik), meningkatkan unsur pitta
dan svasa (sesak napas).
l. KantaLoha
Jika air yang berada di dalam
panci yang terbuat dari kanta loha ditetesi dengan minyak, minyak
tersebut akan menyebar. Hingu (asa-foetida) akan kehilangan bau busuknya
dan pasta dari nimba akan kehilangan rasa pahitnya bila ditaruh dalam
panci yang terbuat dari kanta loha ini. Bila susu dimasak dalam panci
ini dan setelah itu susu dibuat bentuknya seperti tumpeng, tidak akan jatuh. Canakamla
akan menjadi hitam kalau ditaruh dalam panci yang bahannya terbuat dari kanta
loha.
Besi jenis kanta loha
ini dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit gulma (benjolan), udara
(gangguan pada perut, asites), arsa (ambeien), sula (kolik), amavata
(rematik), bhagandara (fistula pada anus, luka di dubur), kamala
(sakit jantung), sopha (oedema), kustha (penyakit kulit), ksaya
(bergizi), ruk (sakit). Logam jenis ini dapat pula dimanfaatkan sebagai ahara
atau untuk konsumsi bagi tubuh, meningkatkan bala (kekuatan), dan
stabilitas tubuh. Selain itu, logam ini digunakan juga sebagai penolong
mendewasakan anak, menambah darah (rakta), mengobati pliha (sakit
di lien, limpa), amia pitta (keasaman lambung), dan si roruk (sirah
-ruk = sakit kepala).
3. Loha Kitta
Loha kitta adalah karat besi yang umumya seratus
tahun lebih. Karat besi yang demikian ini merupakan bahan ramuan obat yang
paling baik. Bila umur karat besi ini kurang dari 80 tahun, akan menjadi racun.
Loha kitta amat berkhasiat bila digunakan sebagai obatpanduta
(anemia, kurang darah).
Simpulan
Dhatu atau upadhatu, logam dan mineral,
menurut Ayurveda dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat setelah melalui
proses pengolahan. Tanpa diolah logam dan mineral ini akan menjadi racun di
dalam tubuh. Setelah diolah menjadi bhasma, maka logam dan mineral ini
amat bermanfaat untuk berbagai penyakit. Swarna atau emas dapat
digunakan untuk me-ningkatkan nafsu seksual (vrsya), meningkatkan
kekuatan {bald), dan untuk awet muda (rasayana). Logam perak (tard)
berguna untuk pencahar (virecham), menahan proses menua (rasayand),
serta untuk berbagai penyakit parameha (gangguan kencing). Logam tembaga
(tamra) memberikan efek bhrama (pusing), murccha
(pingsan), muntah (yanti), dan berbagai manfaat lainnya. Demikian pula
timah, kuningan, dan besi memiliki khasiat berbeda-beda yang amat dibutuhkan
oleh tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Dash, V.B.
1980. Basic Principle of Ayurveda. New Delhi: Concept Publ.Co.
Dash, V.B.
1980. Diagnosis and Treatment of Diseases in Ayurveda. New Delhi: Concept
Publ. Co. Dash, V.B. 1987. Meteria
Medico, of Ayurveda. New Delhi: Naurang
Rai.
Godagama, S.I 996. The Hand Book of Ayurveda. London: K-yle
Katie.
Jaggi,
O.P. 1981. Ayurveda, Indian System of Medicine. Delhi, Lucknow: Anna
Ram & Sons.