phdi 2

Hindu: antara Kerinduan dan Kecemasan

I Wayan Sukarma


Pembangunan, pembinaan, dan pengembangan agama menjadi agenda penting karena agama diakui memiliki peran transformatif dalam proses sosial, kultural, ekonomi, dan politik pada masa depan. Oleh karena itu kajian terhadap agama perlu dilakukan oleh lembaga agama dalam berbagai perspektif melalui berbagai institusi akademik yang menjadi basisnya. Kajian terhadap Hindu (agama dan keberagamaan) dapat didekati dari berbagai disiplin, seperti filsafat, teologi, filologi, sosiologi, antropologi, psikologi, dan sejarah. Hal ini setidak-tidaknya ditunjukkan oleh Universitas Hindu Indonesia (UNHI) – yang kelahirannya terinspirasi oleh Piagam Campuhan (Mahasabha PHDI II) – melalui diskusi meja bundar yang dilaksanakan dalam rangka memperingati kebangkitan Hindu dan setengah abad Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Rekomendasi hasil diskusi meja bundar yang dilaksanakan UNHI seputar “Kebangkitan Hindu Indonesia: Memperingati Setengah Abad Parisada Hindu Dharma Indonesia” boleh jadi, semacam kerinduan pada masa lalu dan kecemasan pada masa depan Hindu. Kerinduan pada masa lalu setidak-tidaknya tampak dari bentuk rekomendasi yang masih konvensional mengikuti format bidang dharma agama, dharma negara, kawidanaan, dan sumber daya manusia. Kecemasan pada masa depan tampak dari isi rekomendasi yang mengandung begitu banyak harapan kepada PHDI mengenai eksistensi Hindu dalam tantangan global. Kerinduan dan kecemasan tersebut juga ditandai dengan munculnya wacana pluralisme dan multikulturalisme (pemuliaan terhadap perbedaan dan keberadaan berbagai ideologi – agama) dalam diskusi yang diselenggarakan dari 20--30 Maret 2009 di Jakarta, Palangkaraya, Surabaya, Palu, dan Denpasar yang menampilkan pembicara kunci, Ida Pedanda Gede Made Gunung, Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa, dan Ida Bagus Doshter, serta ratusan tokoh umat Hindu.
Kerinduan pada masa lalu, seperti semangat perjuangan para pendahulu melalui berbagai bentuk negosiasi pada tataran sosial-politik untuk mewujudkan eksistensi Hindu menjadi agama formal merupakan catatan peristiwa yang mungkin dapat dijadikan benang merah oleh PHDI dalam membangun agama pada masa kini untuk menatap wajah Hindu pada masa depan. Kerinduan pada semangat penyatuan perbedaan ideologi agama dalam spirit pluralitas dan multikultural yang telah melahirkan Parisada Dharma Hindu Bali (pada 23 Februari 1959) mungkin dapat dijadikan rujukan oleh PHDI dalam menata keberagamaan pada masa kini untuk menjamin kesinambungan masa depan Hindu. Kerinduan pada semangat semacam ini mungkin dapat mendorong PHDI dalam membangun karakteristik kebijakan sehingga bhisama yang dilahirkan dapat fungsional bagi perkembangan Hindu sejalan dengan semangat zaman.
Kecemasan menghadapi masa depan, seperti pengaruh budaya Barat melalui modernisasi, globalisasi, industrialisasi, dan pertumbuhan ekonomi, karena itu untuk mengatasinya diperlukan upaya sistematis yang bisa membuka kesadaran umat Hindu bahwa dalam keberagamaan tidak cukup hanya bersandar pada wacana Ajeg Bali. Seperti kebanggaan terhadap pembangunan mall dan super-market di perkotaan, ternyata telah mendorong munculnya perilaku konsumtif dalam masyarakat sehingga tanpa disadari kebijaksanaan tersebut telah menanamkan budaya konsumerisme. Kerja sama tersamar antara kapitalis sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen berlangsung dalam relasi nikmat-kenikmatan, yang pada gilirannya akan memunculkan perubahan perilaku keberagamaan. Kecemasan terhadap dunia materialistis ini paling tidak, dapat dijadikan pijakan oleh PHDI dalam merencanakan strategi adaptasi keberagamaan untuk menghadapi tatangan Hindu pada masa depan.
Kerinduan dan kecemasan tersebut setidak-setidaknya dapat dimaknai sebagai himbauan moral kepada PHDI untuk menciptakan suasana keberagamaan yang medorong para ahli dan pakar agama lebih meningkatkan partisipasinya dalam pembangunan agama, antara lain dengan melakukan kajian terhadap Hindu (ajaran agama dan keberagamaan) dalam berbagai perspektif. Mengingat fakta membuktikan bahwa teks Hindu (ajaran agama) dalam berbagai varian dan variasi tafsirnya, baik dalam bentuk sastra Jawa-Kuna maupun sastra klasik India lebih mudah ditemukan dibandingkan dengan Hindu dalam konteksnya (keberagamaan), seperti sejarah, psikologi, sosiologi, dan antropologi Hindu. Fenomena ini merupakan penegasan mengenai perlunya perluasan dan pentingnya pendalaman terhadap kajian tentang keberagamaan umat Hindu. Boleh jadi, ini “pekerjaan rumah” PHDI pada masa mendatang, seperti kerinduan dan kecemasan yang diungkapkan oleh Universitas Hindu Indonesia.

BALI PUSEH

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Bumi Rumah Kita

  Membaca Ulang Wasudewa Kutumbakam   I   W a y a n   S u k a r m a   Bumi adalah rumah kita bersama. Dunia adalah keluarga kita...