Investasi Religi

 

Adaptasi Pandemi: Investasi Religi

I Wayan Sukarma

Pandemi menguji strategi adaptasi insani hadapi transisi situasi dan kondisi di pelbagai lini. Adaptasi pandemi menghendaki konsistensi dan disiplin pribadi. Transformasi nilai melalui adaptasi pandami merangkai resolusi kini dan nanti sebagai investasi religi.  

 

Survival of the fittest, ‘hanya yang kuat mampu bertahan’ adalah esensi adaptasi dalam evolusi Darwinisme. Evolusi melalui seleksi alam sebagaimana pandemi saat ini, menguji ketahanan individu dalam beradaptasi dengan perubahan situasi dan kondisi di segala lini kehidupan. Kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan strategi pemenuhan kebutuhan hidup harus berjalan beriringan supaya terhindar dari risiko terburuk. Hal ini tentu tidak mudah karena penerapan protokol kesehatan sering kali paradoks dengan aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup. Misalnya, pembatasan mobilitas menyebabkan penurunan produktivitas terutama bagi para pekerja yang harus berinteraksi secara fisik dengan orang lain. Kemampuan individu dalam menghadapi berbagai paradoks tersebut menjadi penentu kebertahanan eksistensinya.

Adaptasi pandemi juga melahirkan berbagai perubahan aktivitas sosial, budaya, dan agama masyarakat. Pembatasan kegiatan keagamaan kolektif melahirkan pola-pola religiusitas baru yang lebih individual, misalnya beribadah di rumah saja. Perubahan ini sekaligus mendorong transformasi pengetahuan, sikap, dan perilaku religius masyarakat yang berpotensi membentuk tradisi keagamaan baru melalui rutinisasi tindakan praktis. Habituasi atau pembiasaan pola-pola keagamaan yang lebih adaptif terhadap protokol kesehatan selama pandemi berpeluang menjadi penggerak transformasi sosioreligius Hindu pada masa depan. Dengan kata lain, adaptasi pandemi ini sekiranya juga penting dimaknai sebagai investasi religi, yakni menyiapkan diri guna menyongsong perubahan tradisi keagamaan Hindu yang pasti akan terjadi, cepat atau lambat.

Investasi selalu berbicara tentang proyeksi dan prediksi masa depan. Perubahan sebagai keniscayaan sosial mengisyaratkan pentingnya investasi guna menyikapi segala kemungkinan ke depan. Dengan cara demikian, masyarakat niscaya akan terhindar dari kejutan budaya dan psikologis secara drastis manakala perubahan itu terjadi. Adaptasi pandemi sebagai investasi religi menghendaki refleksivitas terhadap berbagai nilai yang diperoleh melalui pengalaman keagamaan selama pandemi terutama yang berhubungan dengan penerapan protokol kesehatan. Refleksivitas ini kemudian dapat diinvestasikan sebagai modal dasar dalam menghadapi potensi perubahan sosial religius ke depannya. Investasi religi Hindu harus mengacu pada penguatan nilai tattwa, susila, dan acara yang adaptif terhadap perubahan religius seiring gerak zaman.   

 

Investasi Tattwa

Tattwa mengacu pada sistem kepercayaan yang paling mendasar dalam Hindu, yakni panca sraddha. Esensi tattwa adalah kepercayaan terhadap Tuhan dan emanasi-Nya dalam dunia dan kehidupan. Ajaran tattwa teraktualisasi dalam pemujaan kepada Tuhan dengan berbagai manifestasi-Nya yang membangun sistem religi secara holistik. Walaupun Hindu mempercayai Tuhan itu eka, tetapi konsepsi tattwa mengembangkan sistem pemujaan kepada yang aneka sebagai Istadewata. Oleh karenanya, umat Hindu merasa tidak cukup hanya memuja Tuhan di rumah, tetapi juga terikat kewajiban untuk memuja Tuhan di tempat pemujaan yang berbeda. Sistem pemujaan ini merentang dari lingkup merajan, dadia, swagina, kahyangan desa, dang kahyangan, sad kahyangan, hingga kahyangan jagat.

Protokol kesehatan pandemi yang mengimbau agar umat Hindu beribadah dari rumah pun mengubah pola pemujaan tersebut. Misalnya, saat piodalan di kahyangan desa, umat Hindu tidak harus bersembahyang langsung ke pura tersebut karena jumlah umat yang terlibat harus dibatasi. Tattwa memberikan solusi atas perubahan tersebut, yaitu melaksanakan pemujaan dengan nyawang atau ngayat dari rumah. Basis teologis yang mendasari bahwa Tuhan sebagai orientasi pemujaan berada dalam hati dan pikiran manusia. Dari mana dan dengan cara apa pun memuja Tuhan pasti diterima sepanjang pemujaan itu ditujukan kepada-Nya. Memuja dari rumah dengan nyawang atau ngayat tidak akan mengurangi nilai pemujaan yang dilaksanakan umat Hindu.

 

Investasi Susila

Susila Hindu mengajarkan nilai-nilai moral kepada manusia dalam membangun hubungan dengan Tuhan, sesamanya, dan lingkungan alam. Hubungan dengan Tuhan (parhyangan) ditandai dengan beberapa prinsip etis, seperti suci-cemer, luan-teben, dan sebagainya. Dalam hubungan dengan sesama (pawongan), susila Hindu mengajarkan nilai-nilai moral untuk membangun interaksi sosial yang karib, tertib, dan damai. Susila Hindu dalam hubungan manusia dengan lingkungan alam (palemahan) mengutamakan prinsip moral untuk menjaga kelestarian alam, kebersihan, serta kesehatan lingkungan yang sejalan dengan prinsip rta. Prinsip susila yang paling esensial bahwa moralitas merupakan aktualisasi ajaran tattwa. Mengingat moralitas yang di dalamnya tercakup ajaran pengendalian dan pengekangan diri adalah landasan mencapai moksa.

Adaptasi protokol kesehatan selama pandemi, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak mencerminkan berbagai makna yang dapat memperkuat nilai susila Hindu. Memakai masker mengajarkan cara berbicara yang baik dalam dimensi praksis, misalnya tidak memercikkan cairan mulut kepada lawan bicara. Dalam konteks yang lebih luas juga dapat dimaknai sebagai anjuran moral untuk mengendalikan kata-kata dalam berkomunikasi (wacika). Selanjutnya, anjuran menjaga jarak fisik tentunya bukan bermakna menjauhkan interaksi dengan sesama. Perkembangan teknologi digital dan media sosial menyediakan solusi tetap berinteraksi secara karib tanpa jarak fisik yang harus berdekatan. Sementara itu, mencuci tangan mengajarkan pembiasaan untuk selalu menjaga kebersihan tubuh (asuci laksana). 

 

Investasi Acara

Acara mencakup seluruh ajaran pemujaan, persembahan, dan pelayanan kepada Tuhan yang diaktualisasikan dalam panca yadnya. Hindu mengajarkan bahwa acara agama dapat dilaksanakan dengan jalan upacara dan upakara (prawertti marga), serta jalan upasana atau memaknai esensi rohani di balik setiap yadnya (nirwertti marga). Walaupun dalam praktiknya, prawertti marga tampak lebih dominan bila dibandingkan dengan nirwerrti marga. Karakter komunal masyarakat Hindu memberikan ruang yang produktif bagi pelaksanaan prawerrti marga. Mengingat pelibatan umat dalam jumlah besar mengisyaratkan bahwa yadnya yang dilaksanakan tidak hanya memperkuat ikatan rohani dengan Tuhan, tetapi juga mempererat kohesi sosial. Perpaduan antara fungsi religius dan sosial membangun karakter acara Hindu.  

Walaupun demikian, pembatasan kegiatan keagamaan kolektif selama pandemi mewajibkan umat Hindu untuk membatasi aktivitas prawertti marga yang melibatkan umat dalam jumlah besar. Implikasinya bahwa pelaksanaan yadnya dengan tingkatan madya dan kanista adalah pilihan yang paling tepat selama situasi pandemi. Perubahan pola ritual semacam ini tentu dapat memberikan kontribusi positif dalam membangun pemahaman umat Hindu tentang nilai dan tingkatan yadnya. Sesungguhnya umat Hindu secara umum telah memahaminya, tetapi tradisi dan lingkungan sosial kerap menjadi hambatan kultural untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, situasi pademi ini menjadi momentum aktualisasi pemahaman tersebut sehingga yadnya yang dilaksanakan benar-benar sesuai dengan kemampuan, tanpa mengurangi nilai religiusnya.

Adaptasi pandemi sebagai investasi religi pada bidang tattwa, susila, dan acara mengisyaratkan proses pembiasaan pola-pola religius baru yang potensial membangun landasan pembentukan sistem keagamaan Hindu masa depan melalui runitisasi praksis. Refleksivitas atas pola-pola religius yang dilaksanakan selama pandemi dapat menjadi tonggak evolusi keagamaan Hindu, ketika pola tersebut ternyata menciptakan suasana psikis yang nyaman. Transformasi tattwa pada dimensi ideasional, susila pada dimensi sosial, dan acara pada dimensi teknologikal melalui tindakan rutin niscaya melahirkan transisi sosioreligius yang halus sehingga potensi gejolak yang ditimbulkan akan relatif kecil, daripada perubahan secara revolusioner. Dengan demikian, umat Hindu mampu menyongsong perubahan tradisi keagamaannya dengan riang gembira. 

(Wartam Edisi 79 September 2021) 

BALI PUSEH

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Bumi Rumah Kita

  Membaca Ulang Wasudewa Kutumbakam   I   W a y a n   S u k a r m a   Bumi adalah rumah kita bersama. Dunia adalah keluarga kita...