Ingat Pesan Ibu: ‘Iman-Imun-Aman’
I W a y a n
S u k a r m a
Jangan
melupakan pesan ibu, karena ibu tidak pernah punya niat buruk pada anak. Niat
ibu hanya satu, anaknya selamat. Entah dengan menegakkan sraddha-bhakti, daya
tahan tubuh, ataupun memperketat keamanan demi melindungi dharma. Siapa saja
melindungi dharma, dharma pun akan melidunginya menuju keselamatan.
Ibu, dia
yang melahirkan. Dia ada karena anak. Dia yang mencintai dan menyayangi anak,
melebihi cinta dan sayang pada dirinya sendiri. Ibu tulus dan ikhlas demi anak,
bahkan berkorban nyawa demi keselamatan anak. Ibu dan anak terjalin dalam
hubungan kekal: tidak terputus-putus dan tidak terpisahkan, seperti hubungan
antara substansi dan kualitas, pelekatan, samavaya
dalam Vaisesika. Hubungan kodrati ibu
dan anak memang tidak terputus-putus dan kemelekatan naluriah ibu dan anak
tidak terpisahkan. Kenyataannya, tidak ada ibu tanpa anak dan tidak ada anak
tanpa ibu. Hubungan kekal ibu dan anak hanya satu, bagaimanapun tabiat yang dikenakan
pada hubungan itu tidak dapat mengubahnya.
Akibatnya,
timbul kesan ibu lebih menyayangi anak daripada ayah yang mengasihi. Dalam
keseharian, bahkan terkesan ibu lebih sering menasihati anak agar mengindahkan nilai-nilai
kebaikan daripada ayah yang mengutamakan nilai-nilai kebenaran. Ibu pun terkesan
lebih detail dan cerewet daripada ayah, seperti pesan menaati dan mematuhi protokol
kesehatan pada masa Pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung. Demi keselamatan
anak, selain memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, juga ibu berpesan
menguatkan iman, imun, dan aman. Perteballah sraddha-bhakti, perkuatlah kekebalan, dan perketatlah keamanan
karena kejadian dalam kehidupan merupakan kerja sama takdir, nasib, dan
perbuatan. Perintahnya, bangun sraddha-bhakti
dan kembangkanlah harmoni Tattwa, Susila, dan Acara.
Pesan Iman
Iman berarti
percaya pada agama, sebagian ataupun keseluruhan. Beragama berarti bertuhan
karena Tuhan merupakan esensi agama. Beriman pada Tuhan berarti percaya dan
mengandalkan diri pada Tuhan, entah dalam membuat keputusan ataupun
melaksanakannya dalam keseharian. Apalagi dogma agama mengajarkan hakikat
Tuhan yang dikenal, dialami, dipercaya, dan kehendakNya untuk manusia dan
dunia. Seperti kepercayaan kepada Tuhan yang diajarkan dalam Tattwa, entah dalam teks suci ataupun dalam
koteks keberagamaan yang membangun Acara,
tradisi keagamaan Hindu. Tuhan yang dihadirkan dalam mantra-mantra pemujaan dan
persembahan dengan berbagai sebutan, seperti Narayana, Mahadewa, Iswara,
Parameswara, Brahma, Wisnu, Rudra, dan dewa-dewa lainnya yang menarik hati, pemberi
segala anugerah.
Perhatikanlah kesatuan sraddha-bhakti
dalam Tri Sandya bait keempat berikut. “Ya Tuhan, hamba ini papa, perbuatan hamba papa, diri
hamba papa, kelahiran hamba papa, lindungilah hamba Hyang Widhi, sucikanlah
jiwa dan raga hamba”. Pernyataan akan kepapaan setidak-tidaknya, dapat bermakna
kerendahan hati sekaligus ketakjuban dan kekaguman kepada Hyang Widhi. Pengakuan
ini pun dapat menjadi upaya untuk mengurangi atau menghapus keangkuhan dan
kesombongan yang seringkali menjerumuskan ke jurang kesalahan dan dosa. Seperti
melanggar pesan ibu menjaga iman sehingga hati tidak tenang dan tenteram dalam menghadapi
wabah virus yang sedang berlangsung. Padahal mematuhi pesan ibu, mempertebal sraddha-bhakti peluang selamat pun lebih besar daripada mengabaikannya.
Seperti sraddha-bhakti yang tercermin dalam Tri Sandya bait kelima. “Ya Tuhan, ampunilah hamba Hyang Widhi, yang memberikan keselamatan kepada semua makhluk, bebaskanlah hamba dari segala dosa, lindungilah hamba oh Hyang Widhi”. Sanghyang Widhi adalah maha pengampun, penyelamat, dan pelindung, karena itu mohonlah kepadaNya. Memohonlah agar manusia dan dunia selamat dari wabah yang belum diketahui oleh ahli virus, entah kapan berakhir. Wabah virus yang mengguncang harmoni kehidupan dalam berbagai aspeknya, seperti kesehatan, keamanan, ekonomi, politik, kebudayaan, dan agama. Berlindunglah ke dalam sraddha-bhakti kepada Sanghyang Widhi. Percayalah Gema Doa Manusia di antara Wahyu Tuhan dan Sabda Alam dapat menjadi benih-benih harmoni kehidupan.
Pesan Imun
Sistem imun lazim dipahami sebagai sistem daya tahan tubuh dari serangan
substansi asing yang terpapar pada tubuh. Tidak hanya sistem daya tahan tubuh
dalam pengertian badan biologis dan jasmani, tetapi juga sistem daya tahan
tubuh mental dan rohani begitu dibutuhkan dalam menghadapi Pandemi Covid-19. Selain
secara psikologis dibutuhkan kemampuan mengawasi
pikiran, perasaan, dan kehendak, bahkan sugesti dari luar, juga secara etis dibutuhkan
kesanggupan mengontrol sikap dan tingkah laku. Para ahli psikologi dan etika,
bahkan beranggapan bahwa aspek psikologis dan etis memiliki hubungan korelasional,
hubungan timbal balik dan/atau hubungan saling mempengaruhi. Misalnya, pengaruh
ketaatan pada pesan ibu terhadap kemungkin terpapar Covid-19.
Untuk itu dibutuhkan Susila,
yakni ajaran moral Hindu yang menggariskan pedoman
tingkah laku sesuai dengan pengalaman dan kepercayaan kepada Sanghyang Widhi. Pada garis besarnya mengajarkan tri
kaya parisudha, yaitu berpikir, berkata, dan berbuat suci.
Azas dan tujuannya adalah dharma: kewajiban,
kebenaran untuk mencapai jagadhita (kesejahteraan)
dan moksa (kebahagiaan). Prinsip
dasarnya adalah karmaphala bahwa perbuatan
niscaya menghasil buah dan buah perbuatan kembali kepada pelaku. Dua akibat
dari perbuatan, yaitu mengantarkan pelaku pada punarbhawa (kelahiran kembali) dan moksa (terhentinya kelahiran). Jiwa dan Tuhan menjadi azas rohani (semua
makhluk) sehingga saddha-bhakti menyarankan, berbuatlah berdasarkan
kehendak Atman (Jiwa) dan persembahkanlah
hasil perbuatan kepada Tuhan.
Begitulah kebutuhan akan daya tahan jasmani untuk mencapai
kesejahteraan dan daya tahan rohani
untuk mencapai kebahagiaan. Untuk itu, betapa pentingnya mengenali nafsu,
hasrat, harapan, dan keinginan (kama)
yang menjadi daya dorong dan daya tarik bagi kelahiran suatu perbuatan. Hal ini
berkaitan dengan kebutuhan akan alat-alat dan instrumen hidup lainnya (artha) dalam rangka memilih dan
menentukan aturan dan hukum (dharma),
agar perbuatan tidak menyimpang dari tujuan jagadhita
dan moksa. Keselarasan antara kama, artha, dan dharma merupakan
landasan harmoni jasmani dan rohani yang ditandai dengan ketenangan dan ketenteraman
hati. Dalam suasana inilah hati sanggup melindungi kekuatan badan, kesehatan tubuh,
dan keselamatan jiwa.
Pesan Aman
Hati yang
tenang dan tenteram berarti bebas dari bahaya dan gangguan-gangguan lainnya
sehingga merasa aman. Rasa aman tergolong kebutuhan psikologis, karena itu
menjadi persyaratan utama dalam proses pendidikan dalam rangka membentuk
manusia matang dan dewasa. Matang, baik pisik maupun mental dan dewasa melaksanakan
kewajiban dan mengambil tanggung jawab sosial. Selain pendidikan, juga keluarga
dan agama memiliki fungsi institusionalisasi, sosialisasi, dan internalisasi nilai-nilai
kewajiban dan tanggung jawab dalam rangka mengembangkan kemanusiaan, kedamaian,
dan keharmonisan. Serupa dengan keluarga, juga agama mendorong umatnya berbuat
baik bagi kemuliaan semua. Agama Hindu pun mendorong umatnya berbuat baik demi
kemuliaan semua makhluk sesuai dengan pancaran dharma.
Entah dharma memancar demi keperluan beragama ataupun kepentingan bernegara semata-mata hanya untuk menerangi dan melapangkan jalan keselamatan. Mahabharata pun mengingatkan, “Bila engkau membunuh dharma, maka kamu akan dibunuh olehnya. Bila kamu menjaga dharma, maka kamu akan dijaga olehnya. Karena itu, dharma tidak boleh dibunuh, karena dharma yang dibunuh akan membunuhmu”. Artinya, jalan aman menuju keselamatan adalah dharma, karena itu mengamankan dharma menjadi kewajiban penempuhnya. Apalagi dharma adalah jantung dan spirit kemanusiaan, karena itu menjadi kewajiban manusia menjaga keamanannya. Mengamankan dharma, dharma pun mengamankan pengamannya. Ingat pesan ibu, jadilah pelindung dan pengaman dharma, agar dharma melindungi dan mengamankan jalan menuju keselamatan.
(Wartam Edisi 70, Desember 2020)