Bali Puseh

Bali Puseh
Renungan tentang Hidup dan Kehidupan

I  W a y a n  S u k a r m a
Om Swastyastu,

Bali Puseh, seperti terangkum dalam istilah “renungan” hanyalah hamparan tentang dan mengenai kegelisahan pikiran, kegalauan kehendak, dan keresahan perasaan. Semangat berbagi melalui hamparan ini bermula dari hasrat mengikuti kinerja pikiran, yakni represif dan ekspresif atau observatif.

Represif, dengan malu-malu menyimpan dan menyembunyikan pemikiran sekiranya, dapat menimbulkan lebih banyak kegelisahan, bahkan menelan ataupun mengulumnya di mulut memori pribadi dapat menimbulkan penyakit. Ekspresif, dengan “pangkah” dan “pongah” (mengabaikan budaya malu dan budaya bersalah) dapat menimbulkan kegaduhan dalam dunia manusia. Observatif, dengan mengamati dan mencermati pemikiran sehingga lebih mudah menentukan sikap dan tindakan sekiranya, dapat menjadi jalan tengah terindah.

Mengamati dan mencermati berarti aktor, pelaku secara aktif memasang jarak kritis terhadap pemikirannya, selain untuk melepaskan beban perolehan kinerja pikiran itu sendiri. Melepas dalam ruang publik (samar-samar) sekiranya, dapat menjadi bentuk kerja sama antarpemikiran. Seperti dunia kehidupan berlangsung di atas kerja sama makhluk, antara manusia, binatang, dan tumbuhan setidaknya berbagi udara dan makanan.

Apalagi ketika mengatakan, ‘mengamati dan mencermati pikiran, perasaan, dan kehendak’ sesungguhnya, siapakah yang mengamati dan mencermati? Tradisi agama menjawabnya, “Aku yang mengamati aku adalah jiwa, roh”. Kehendak menyebutnya kesadaran bebas, “Aku tahu bahwa aku tahu tentang aku”. Perasaan menyebutnya indah, sempurna, dan bahagia, lepas dari kurungan badan dan kungkungan tubuh menemui inti Diri.

Diri, hidup yang satu dan mutlak menimbulkan kehidupan yang banyak dan relatif karena manusia merefleksikan dirinya dengan beragam hasrat, alat, aturan, dan tujuan. Inilah citra manusia tentang rumah kehidupan yang dibangun dengan pilar harapan dan keinginan disertai dengan lantai ketertiban dan keteraturan.

Keinginan hidup tertib dan teratur menyebabkan manusia membutuhkan prinsip (alam) dan aturan (moral) yang sekaligus mendorong perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Prinsip alam melandasi kinerja akal-pikiran menghasilkan rasionalisme dan materialisme. Kemudian, aturan moral melandasi kinerja kehendak-budi melahirkan idealisme dan subjektivisme. Perpaduan kedua “isme” inilah melahirkan metode ilmiah, rasional-empiris, kecuali filsafat hanya mengandalkan diri pada rasionalitas, tanpa bukti empiris.

Seputar itulah gagasan yang berkembang dalam hamparan ini dengan diselingi dengan ide-ide dan gagasan tentang agama terutama agama Hindu, baik berupa teks maupun konteksnya dalam pengalaman kehidupan sehari-hari. Selamat berpetualang dan semoga Anda menemukan diri dalam kegembiraan. 

Om Santih Santih Santih Om

Bumi Rumah Kita

  Membaca Ulang Wasudewa Kutumbakam   I   W a y a n   S u k a r m a   Bumi adalah rumah kita bersama. Dunia adalah keluarga kita...