PANCA DHATU



                             MANFAAT DHATU DALAM PENGOBATAN AYURVEDA

Nyoman Prastika


PENDAHULUAN
Bahan ramuan obat selain berasal dari makhluk hidup seperti bhumiruh danjangama, tumbuhan dan binatang, ada juga yang berasal dari benda mati. Benda mati yang bukan berasal dari tumbuh-tumbuhan dan binatang yang paling sering digunakan sebagai bahan ramuan obat terdiri atas dhatu, rasa, ratna, dan visa, yang terdiri atas logam, nonlogam, mineral, serta air yang diambil dari bumi atau perthivi.
Logam atau mineral yang belum diolah jika diminum akan berefek sebagai racun. Oleh sebab itu, setiap logam atau mineral sebelum digunakan sebagai bahan ramuan obat harus melalui suatu proses pengolahan khusus sehingga menjadi bentuk bhasma. Bhasma ini merupakan bentuk logam dan mineral yang telah terbebas dari visa atau racun. Dalam Ayurveda cara untuk menetralkan efek racun dari logam dan mineral ini disebut sodhana (pemurnian)    dan    marana (pembasmian, pembunuhan). Proses shodana dan marana dilakukan dengan cara merebus logam atau mineral dalam air yang telah dibubuhi ramuan dari tanaman tertentu. Bahan ramuan dari tanaman yang digunakan bergantun pada jenis logam atau mineral yang akan dihilangkan efek racunnya. Melalui proses perebusan ini efek racunnya akan hilang, mudah diserap di dalam alat pencernaan, dan amat efektif sebagai obat.
Bahan ramuan obat yang berasal dari logam dan nonlogam ini dalam Ayurveda dibagi atas empat kelompok besar, yakni dhatu, rasa, ratna, dan visa. Tiap kelompok ini dibagi lagi dua subkelompok, yakni dhatu & upadhatu. rasa & uparasa, ratna & uparatna, dan visa & upavisa.

DHATU
Dhatu berarti elemen kehi-dupan. Oleh sebab itu, segala sesuatu yang dapat memberikan "hidup" bagi manusia disebut dhatu. Termasuk tujuh kelompok jaringan tubuh yang mempakan bagian hidup dari manusia sehingga disebut sapta dhatu, yang terdiri atas rasa (cairan plasma), rakta (darah), mamsa (daging), meda (lemak), majja (sumsum, termasuk sumsum otak), asthi (tulang), dan sukra (air kehidupan, air mani).Ada beberapa logam tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat agar manusia tetap hidup sehat dan panjang umur. Logam yang memiliki khasiat "menghidupkan" tersebut disebut dhatu. Logam dhatu yang dapat dimanfaatkan untuk ramuan obat tersebut ada delapan jenis sehingga disebut asta dhatu. Kedelapan logam ini terdiri atas svarna (emas), tara (perak), tamra (tembaga), vanga (timah), naga (timah hitam), ritika (logam bahan genta?), kamaya (kuningan), dan loha (besi). Semua jenis logam ini disebut dhatu karena mempunyai khasiat dan kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidup (dadhati) tubuh manusia. Mekanisme logam ini adalah dengan cara mencegah terjadinya hal-hal berikut.
(1)   Vali, kulit terlalu cepat mengkriput akibat proses menua.
(2)   Palita, tumbuh uban pada rambut yang terlalu dini
(3)   Khalitya, kepala menjadi botak akibat kerontokan rambut
(4)   Kasya, badan semakin lama semakin kurus.
(5)   Abalya, badan selalu merasa lemah.
(6)   Jara, penampilan seperti orang yang lebih tua dari umur sebenarnya.
(7)   Amaya, mudah terserang penyakit.

Dhatu di Bali
Di masyarakat Hindu di Bali telah lama dikenal istilah dhatu yang dikaitkan dengan elemen kehidupan. Dhatu tersebut ada yang bernama panca dhatu atau tri dhatu. Yang dimaksud dengan panca dhatu ini terdiri atas empat macam logam dan satu permata. Keempatjems logam ini dikaitkan dengan pancaran kekuatan dari para Dewa. Demikian juga dengan permata tersebut. Logam tembaga atau tamra dihubungkan dengan kekuatan Dewa Brahma karena berwama merah, yang ber-sthana atau berada di selatan. Logam emas atau svarna yang berwama kuning dikaitkan dengan kekuatan Dewa Mahadewa, yang bersthana di barat. Logam besi atau loha yang berwama hitam dikaitkan dengan kekuatan Dewa Whisnu yang bersthana di utara. Logam perak atau tara dihubungkan dengan kekuatan Dewa Iswara yang bersthana di timur. Sebaliknya, permata (biasanya digunakan permata mirah) yang dianggap memiliki lima macamwama, panca warna, dikaitkan dengan kekuatan Dewa Siwa, sebagai Dewa yang paling dimuliakan oleh umat Hindu di Bali yang menganut ajaran Siwa Sidhanta, di-sthana-kan di tengah-tengah. Sewaktu membangun sebuah tempat tinggal atau bangunan suci di Bali agar hidup dan terbebas dari gangguan negatif, maka dilakukan upacara pamendeman padagingan berupa penanaman panca dhatu. Dengan penanaman panca dhatu ini pada dasar bangunan, sebagai suatu simbolisme, diharapkan akan mem-berikan kekuatan magis kehidupan bagi tempat atau bangunan yang didirikan di atasnya. Kekuatan berupa pedagingan atau isi {daging) ini merupaican pangejawantahan kekuatan para Dewa yang ber-sthana di keempat penjuru angin. Semua kekuatan negatif yan^ bermaksud menghancurkan yang datang dari keempat penjuru angin akan ditangkal terlebih dahulu oleh kekuatan dhatu yang mengelilingi tempat atau bangunan yang ingin dihancurkan. Bila kekuatan penghancur itu masih mampu lolos dari hadangan dan sampai di tengah-tengah atau pusat, maka dhatu panca warna yang akan menghadapi-nya. Dengan demikian, keselamatan dan keamanan karang, tempat, atau bangunan yang ada di sana akan terjamin. Keadaan ini akan memberikan imbas psikologis, ketenangan, kenya-manan, kedamaian, dan kebahagiaan hidup bagi para pemakai atau peng-huninya.
Selain panca dhatu dikenal juga tri dhatu. Kalau panca dhatu peng-gunaannya lebih ditujukan untuk penangkal kekuatan negatif terhadap tempat dan bangunan, maka tri dhatu lebih berfungsi untuk penangkal diri pribadi,sosok manusia sebagai makhluk hidup. Oleh sebab itu, bentuk dan dhatu yang digunakan sebagai penangkal ini pun berlainan. Bila pada panca dhatu bahan yang digunakan terdiri atas logam dan permata, maka pada tri dhatu umumnya bahannya terdiri atas untaian benang yang terjalin dari tiga helai benang. Benang - benang ini berwarna merah, putih,dan hitam. Ketiganya melambangkan pancaran kekuatan Dewa Brahma, Siwa, dan Wisnu. Ketiga Dewa ini merupakan trimurti, lambang kelahiran {utpatti), pertumbuhan (stithi), dan pengembalian (pralind). Di samping itu, juga me­lambangkan kekuatan api, air, dan angin. Lahir, hidup, mati semua orang berada dalam kekuasaan Tuhan. Selain dengan melilitkan benang tri dathu pada pergelangan tangan untuk menjaga kehidupan manusia dapatjuga dipasang pada tempat-tempat tertentu di rumah sebagai penjaga rumah dan pekarangan terhadap kekuatan jahat atau negatif yang ingin mengganggu kesejahteraan, kedamaian, dan keba-hagiaan manusia penghuninya.
Jadi, pengertian dathu di Bali, baik dalam hal panca dathu maupun benang tri dathu, tidak berbeda dengan pengertian yang terkandung dalam Ayurveda. Keduanya memandang dathu tersebut sebagai elemen yang dapat memberikan "kehidupan" kepada umat manusia.

Astha dathu
Ayurveda memperkenalkan logam astha dhatu yang terdiri atas delapan logam dengan berbagai wama untuk penangkal dan penjaga kesehatan dan kenyamanan tubuh manusia agar manusia tetap berada dalam keadaan svasthya. Umur panjang (ayur) dhatu yang mempunyai khasiat pengobatan ini akan diuraikan secara sepintas, terutama mengenai riwayat terjadinya dan manfaatnya bagi kesehatan tubuh manusia.

Svarna (Emas)
Dalam Ayurveda selalu ada cerita tentang bagaimana suatu logam sampai berada di bumi ini. Tentang terjadinya emas dan svarna di bumi ini ada sebuah cerita mitos yang agak unik. K-onon pada suatu hari di sorgaloka, Dewa Api Jatavedas amat tergiur nafsunya ketika menyaksikan kecantikan istrinya. Nafsu birahinya tidak dapat dikekang se-hingga air maninya memancur keluar danjatuh ke bumi. Air mani yangjatuh ini kemudian berubah menjadi logam emas. Sejak saat itu di bumi dikenal logam yang disebut svarna atau emas.Air mani merupakan sukra, salah satu dari sapta dhatu atau jaringan tubuh. Sukra merupakan sumber ke­kuatan hidup pada semua makhluk hidup, sebagai amrtha. Apalagi sukra dari para dewa sehingga benda tersebut layak disebut dhatu.
Untuk mengetahui emas yang baik dan yang jelek sebagai bahan ramuan obat ada caranya. Ciri emas yang baik digunakan sebagai ramuan obat adalah svarna yang berwarna merah kalau dibakar, tampak berwama putih jika dipotong, dan berwarna kuning jingga jika digosok dengan nikasa, yakni batu khusus untuk mengetes kemurnian logam emas. Svarna ini memiliki snigdha guna (lembut), picchila guna (berlendir) yang dominan, serta potensi guru virya (berat). Emas yang kualitasnya jelek sebagai bahan ramuan obat ialah svarna yang agak putih, keras, kasar, dan tidak berwama. Semua tanda ini menunjuk-kan ketidakmurnian emas tersebut. Selain itu, emas yang jelek menjadi hitam jika dibakar atau dipotong dan tidak menghasilkan wama cerah kalau digosokkan pada batu nikasa. Emas atau svarna memiliki svadu rasa (manis), svadu vipaka, dan tikta rasa (pahit). Oleh sebab itu, logam emas ini berkhasiat saumya (men-dinginkan). Sering logam ini digunakan sebagai pencampur ramuan vajikarana (aprodisiaka), atau vrsya (untuk meningkatkan nafsu seksual), mening-katkan bala (kekuatan), serta rasayana (membuat awet muda). Di samping itu, dapat pula dimanfaatkan sebagai abisyandi (penguat jantung),sebagai brhmana (apetiser atau meningkatkan nafsu makan), caksurya (meningkatkan ketajaman penglihatan), cinamaya (memumikan inteiek dan ingatan), serta dapat digunakan sebagai ayusya (memperpanjang hidup). Sering juga digunakan untuk mengobati orang yang terkena   racun   atau   visa, menyembuhkan unmada (gila), dan obatjvara (demam). Logam ini bersifat sodhana, dapat menurunkan ketiga unsur tri dosha. Malahan dapat juga digunakan sebagai ksaya (konsumsi) serta sosa, menggemukkan orang yang kurus kering.
Efek yang berlawanan akan munculjika svarna ini digunakan secara salah. Emas yang digunakan secara salah atau berlebihan dapat mengakibatkan tubuh menjadi lemas karena kehilangan kekuatan dan energi atau bala. Akibat lebih lanjut akan memudahkan munculnya berbagai penyakit dan menyebabkan rasa tidak nyaman. Selain itu, emas dapat juga menjadi racun yang mematikan.

Tara (Perak)
Munculnya perak atau tara di bumi mempunyai cerita legenda tersendiri. Ketika Dewa Siwa sedang marah kepada raksasa Tripura di kahyangan dari mata kanannya keluar ulka, cahaya seperti kilat atau meteor, sedangkan dari mata kirinya keluar asra atau air mata. Ulka atau air mata kanan kemudian menjelma menjadi Dewa Rudra sehingga dari tubuhnya selalu memancar cahaya yang amat menyi-laukan. Air mata kiri atau asra berwama putih mengkilat kemudian jatuh ke bumi dan bembah menjadi logam yang disebut tara atau perak.
Perak yang kualitasnya baik digunakan sebagai ramuan obat ini memiliki potensi guru virua (berat), snigdha guna (lembut), berwama putih, penampilan seperti bulan, tidak hancur tatkala dibakar, dipotong, atau ditekan. Perak atau tara yang kurang baik digunakan sebagai ramuan obat adalah tara yang memiliki kathina guna (keras), didominasi bhuta perthivi dan potensi laghu virya (ringan), berwama agak merah, kuning serta rapuh (dald). Perak ini akan hancur jika dibakar, dipotong, atau ditekan (ghand).
Tara mempunyai kekuatan saumya atau mendinginkan. Selain itu, mengandung pula kasaya rasa (sepet) yang didominasi oleh unsur bhuta vayu dan perthivi, amia rasa (masam) yang didominasi oleh unsur bhuta apah dan teja, svadu rasa (manis) dan svadu vipaka. Perak ini dapat digunakan sebagai virecham (obat pencahar atau urus-urus), rasayana (menahan proses menua, agar tetap awet muda), menurunkan unsur vatta dan pitta, serta sebagai obat penyakit para meha (gangguan kencing).
Efek samping akan timbul bila salah dalam proses pembuatan dan penentuan takarannya sehingga menim-bulkan tapa (panas) dalam tubuh, menghancurkan sperma (sukra), menurunkan efisiensi, energi, dan kekuatan.

Tamra (Tembaga)
Sama seperti logam perak, tamra ini pun memiliki kisah tersendiri tentang kejadiannya. Menurut mitologi, pada suatu hari Dewa Kartikeya memuncak nafsu birahinya sehingga tidak tertahankan dan terpancarlah sukra atau air maninya. Air mani ini jatuh ke bumi, maka muncullah logam tembaga atau tamra.
Tembaga mengandung kasaya rasa (sepet), svadu rasa (manis), dan tikta rasa (pahit). Logam ini berkhasiat saumya atau menyejukkan. Tamra dapat digunakan untuk mengobati penyakit ropana (ulkus), udara (gang­guan perut,termasuk asites), krmi (cacingan, infeksi parasit), kustha (penyakit kulit, termasuk kusta),pmasa (pilek kronik), meningkatkan unsur pitta, meningkatkan unsur kapha, sebagai ksaya (konsumsi), brhmana (makanan bergizi),jvara (demam), dan sula (sakit menusuk-nusuk di rongga perut, kolik).
Tamra yang baik untuk diguna­kan sebagai bahan ramuan obat adalah logam tembaga yang berwama arakta (kemerah-merahan), mampu menahan tekanan (ghana), dan tidak tercampur dengan logam lainnya. Tembaga yang kurang baik untuk ramuan obat adalah yang warnanya asita, krsna atau hitam dengan sadra guna (padat, kompak) didominasi bhuta perthivi atau yang berwama putih, tidak mampu menahan tekanan {ghand), tercampur besi atau timah. Jika sewaktu meramu obat tembaga ini tidak diproses dengan benar, dapat menimbulkan efek yang berlawanan dari yang dikehendaki. Bahkan, dapat menjadi visa atau racun walaupun tamra ini sebenamya bukan racun. Efek tersebut dapat berupa bhrama (pusing, mabuk), murccha (pingsan, tidak sadarkan din), vidaha (rasa terbakar), sveda (berkeringat berlebihan), utkledana (menimbulkan kelengketan dalam tubuh), vanti (muntah), aruci (tak ada nafsu makan), dan citta santapa (tidak nyaman dalam pikiran).

Vanga (Timah Putih)
Timah putih atau vanga tidak diceritakan bagaimana terjadinya di bumi ini. Menurut Ayurveda di dunia ini ada dua macam vanga, yakni khuraka dan misraka vanga. Dari kedua macam vanga ini yang terbaik digunakan sebagai bahan ramuan obat adalah jenis khuraka vanga. Timah ini memiliki laghu guna (ringan) yang didominasi oleh unsur bhuta teja, vayu, dan akasa serta usna virya (panas).Vanga ini dapat digunakan sebagai obat virecham (pencahar, arus-urus agar diare), meha (gangguan kencing), krmi (cacingan, infeksi parasii),panduta (anemia, pucat kurang darah), svasa (sesak napas), gangguan pada unsur kapha. Logam ini amat baik dipakai untuk memperta-hankan ketajaman penglihatan (caksurya), menaikkan sedikit unsur pitta, meningkatkan kerja alat peng-indra, dan menimbulkan rasa bahagia.

Naga (Timah Hitam)
Timah hitam atau naga ini menurut mitos terjadi dari sukra Dewa Vasuki. Pada suatu hari Dewa Vasuki ini terangsang birahinya tatkala menyaksikan adik perempuannya Dewi Bhogi telanjang. Air maninya tumpah dan jatuh ke bumi. Sukra inilah yang berubah menjadi timah hitam atau naga. Naga mempunyai kekuatan yang sama dengan vanga atau timah putih. Timah hitam ini dapat memberikan kekuatan sebanyak 100 kali kekuatan ular naga atau ular kobra. Oleh sebab itu, naga ini digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, sebagai ayusya (memperpanjang \xvs\vs),pacana (merangsang pencernaan), mening­katkan vrsya (gairah seksual), dan menunda kematian jika digunakan secara tetap. Bila digunakan tidak sesuai dengan aturan, logam naga dan vanga akan menyebabkan terjadi efek terbalik. Efeknya dapat berupa kustha (penyakit kulit, termasuk kusta), gulma (tumor), pandu (anemia, kurang darah), prameha (gangguan kencing), sopha (oedema yang disebabkan oleh unsur vatta), bhagandara (fistula, lubang luka di anus), svitra (bercak putih di kulit, leukoderma), sula (kolik, sakit menusuk-nusuk di perut), meningkat-kan unsur kapha, menimbulkan jvara (demam), asmari (batu di saluran kencing), vidradhi (abses), mukharoga (luka di rongga mulut), arti (sakit seluruh tubuh), dan nitya abalatva (kelemahan yang cepat).

Ritika (Logam Genta)
Logam genta, logam lonceng, logam bel, atau ritika merupakan logam yang cocok digunakan sebagai bahan pembuat genta karena menye­babkan bunyi genta tersebut amat nyaring jika dipukul. Logam genta terdiri atas dua macam, yakni ritika dan kakatundi. Untukmengujijenis logam ini digunakan api dan cuka. Jika logam ini dipanaskan dan kemudian dice-lupkan ke dalam cuka (kanji) wamanya berubah menjadi merah tembaga, maka logam ini termasuk jenis ritika. Bila warnanya berubah menjadi hitam, disebut kakatundi. Ritika yang berwama kuning memiliki potensi guru virya (berat) dan snigdha virya (lembut). Guna yang dikandungnya ialah snigdha guna dan slaksha guna (licin). Selain itu, logam ini mempunyai sifat spharangi dan trotanaksama, yakni menyilaukan dan sukar dipecah sehingga merupakan bahan yang baik untuk ramuan obat. Ada pula ramuan dengan logam ritika yang khasiatnya jelek, terutama yang bersifat stabdha (kompak,padat), khara (kasar), berwama sukia (putih), atau hingala (amat merah), ghanasana (tak tahan tekanan), putaga (memiliki lapisan), dan mala (tidak mumi). Kedua jenis logam ini, ritika dan kakatundi, memiliki sukma guna (halus), tikta rasa(pahit), dan lavana rasa (asin). Logam ini dapat diman-faatkan untuk pembersih pembuluh darah atau alat pencemaan, menyem-buhkan penyakit pandu (anemia, kurang darah), dan krmi (cacingan, infeksi parasit).

Kamsya (Kuningan)
Kuningan atau kamsya memiliki kasaya rasa (sepet), tikta rasa (pahit), dan ruksha guna (kenyal) yang dido-minasi oleh bhuta pertivi, teja, dan vayu, serta guru guna (berat) yang didominasi oleh bhuta perthivi dan apah. Selain itu, logam ini mempunyai pula potensi usna virya (panas), bersifat lekhana (mengikis), dan visada (racun). Logam ini dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat untuk virecham (pencahar), caksurya (mem-pertajam penglihatan), dan menurunkan unsur kapha dan pitta.

Loha (Besi)
Terjadinya besi atau loha me-miliki kisah tersendiri pula. Menurut cerita dalam Ayurveda, besi itu keluar dari mayat tubuh Lomila Daitya, salah seorang dari kelompok Deitya atau Raksasa, yang terbunuh ketika berperang melawan para Dewa. Dalam loha terkandung tikta rasa (pahit), kasaya rasa (sepet), dan svadu rasa (manis), serta memiliki guru guna (berat,kental), snigdha guna (lembut). Besi mempunyai sifat saumya, yakni mendinginkan. Loha dapat dimanfaat-kan sebagai virecham (pencahar), untuk ayusya atau vayasya (memperpanjang umur), caksurya (mempertajam peng­lihatan), meningkatkan unsur vatta, menurunkan unsur kapha serta vitta, menyembuhkan^ara (keracunan), sula (kolik), sopha (oedema), arsa (benjolan di anus, ambeien), plihan (gangguan pada limpa, lien), panduta (anemia), meda (kelebihan lemak), meha (gangguan kencing), krmi (cacingan, infeksi parasit), dan kustha (gangguan pada kulit).
Loha yang guruta (berat), drdhata (kokoh), utkleda (menebal), asmala (kotor), dahakarita (menghasil-kan rasa terbakar), sudurgandha (bau busuk) tidak baik digunakan sebagai bahan ramuan obat. Bila dilakukan cara pengobatan yang salah dengan bahan loha ini, akan menyebabkan sandata (impoten), kustha (penyakit kulit), hrdroga (sakit jantung), sula (kolik), asmari (batu dalam saluran kencing), meningkatkan sakit dan hrllasa (nek, mau muntah), malahan dapat menyebabkan mrtyu (mati). Orang yang sedang melakukan pengobatan dengan menggunakan bahan ramuan loha dilarang minum alkohol (madyo) dan makan makanan yang rasanya masam (amia). Menurut Ayurveda ada beberapa macam ataujenis logam besi yang dapat digunakan sebagai bahan obat, yakni sebagai berikut.

1. Sara Loha
Logam besi jenis ini merupakan logam besi terbaik untuk digunakan sebagai bahan ramuan obat. Sara loha ini memiliki ksamabhrt (tahan tekanan) dan berbentuk sikharakara (bentuk lonjong). Jika logam ini dicampur dengan cairan yang rasanya masam, akan menimbulkan partikel kecil seperti debu. Sara loha berkhasiat segera menyembuhkan graham (gejala stoma­titis, sariawan, jampi), atisara (menceret), meningkatkan setengah unsur vatta tubuh, parinamaja sula (kolik atau sakit perut menusuk-nusuk tatkala sedang terjadi proses pen-cernaan), chardi (muntah), pinasa (pilek atau rintis kronik), meningkatkan unsur pitta dan svasa (sesak napas).

l. KantaLoha
Jika air yang berada di dalam panci yang terbuat dari kanta loha ditetesi dengan minyak, minyak tersebut akan menyebar. Hingu (asa-foetida) akan kehilangan bau busuknya dan pasta dari nimba akan kehilangan rasa pahitnya bila ditaruh dalam panci yang terbuat dari kanta loha ini. Bila susu dimasak dalam panci ini dan setelah itu susu dibuat bentuknya seperti tumpeng, tidak akan jatuh. Canakamla akan menjadi hitam kalau ditaruh dalam panci yang bahannya terbuat dari kanta loha.
Besi jenis kanta loha ini dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit gulma (benjolan), udara (gangguan pada perut, asites), arsa (ambeien), sula (kolik), amavata (rematik), bhagandara (fistula pada anus, luka di dubur), kamala (sakit jantung), sopha (oedema), kustha (penyakit kulit), ksaya (bergizi), ruk (sakit). Logam jenis ini dapat pula dimanfaatkan sebagai ahara atau untuk konsumsi bagi tubuh, meningkatkan bala (kekuatan), dan stabilitas tubuh. Selain itu, logam ini digunakan juga sebagai penolong mendewasakan anak, menambah darah (rakta), mengobati pliha (sakit di lien, limpa), amia pitta (keasaman lambung), dan si roruk (sirah -ruk = sakit kepala).

3. Loha Kitta
Loha kitta adalah karat besi yang umumya seratus tahun lebih. Karat besi yang demikian ini merupakan bahan ramuan obat yang paling baik. Bila umur karat besi ini kurang dari 80 tahun, akan menjadi racun. Loha kitta amat berkhasiat bila digunakan sebagai obatpanduta (anemia, kurang darah).

Simpulan
Dhatu atau upadhatu, logam dan mineral, menurut Ayurveda dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat setelah melalui proses pengolahan. Tanpa diolah logam dan mineral ini akan menjadi racun di dalam tubuh. Setelah diolah menjadi bhasma, maka logam dan mineral ini amat bermanfaat untuk berbagai penyakit. Swarna atau emas dapat digunakan untuk me-ningkatkan nafsu seksual (vrsya), meningkatkan kekuatan {bald), dan untuk awet muda (rasayana). Logam perak (tard) berguna untuk pencahar (virecham), menahan proses menua (rasayand), serta untuk berbagai penyakit parameha (gangguan kencing). Logam tembaga (tamra) memberikan efek bhrama (pusing), murccha (pingsan), muntah (yanti), dan berbagai manfaat lainnya. Demikian pula timah, kuningan, dan besi memiliki khasiat berbeda-beda yang amat dibutuhkan oleh tubuh.



DAFTAR PUSTAKA

Dash, V.B. 1980. Basic Principle of Ayurveda. New Delhi: Concept Publ.Co.

Dash, V.B. 1980. Diagnosis and Treat­ment of Diseases in Ayurveda. New Delhi: Concept Publ. Co. Dash, V.B. 1987. Meteria Medico, of Ayurveda. New Delhi: Naurang

Rai. Godagama, S.I 996. The Hand Book of Ayurveda. London: K-yle Katie.

Jaggi, O.P. 1981. Ayurveda, Indian Sys­tem of Medicine. Delhi, Lucknow: Anna Ram & Sons.


BALI PUSEH

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Bumi Rumah Kita

  Membaca Ulang Wasudewa Kutumbakam   I   W a y a n   S u k a r m a   Bumi adalah rumah kita bersama. Dunia adalah keluarga kita...