SEKAA TERUNA

PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN PEMUDA HINDU
DAN KEBANGKITAN PERAN SEKAA TERUNA

Oleh
I Wayan Sukarma


Pendahuluan
Pendidikan Kepemimpinan Pemuda Hindu pada prinsipnya merupakan kegiatan kependidikan dan kepelatihan tentang kepemimpinan dan kepemudaan dalam nuansa Hindu yang ditujukan bagi kebangkitan peran sekaa teruna. Peran tersebut merupakan harapan ideal bagi eksistensi sekaa teruna dalam lingkungannya, baik sosial dan budaya maupun alam. Pendidikan kepemimpinan dengan demikian memiliki nilai dan makna strategis mengingat modernisme dan globalisasi yang melanda umat manusia secara signifikan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan generasi muda, sekaa teruna. Pengaruhnya tampak terutama pada gaya hidup misalnya, gaya yang lebih mementingkan hasil daripada proses, ingin hidup enak tanpa usaha, dan cara-cara pemenuhan kebutuhan yang lebih berorientasi pasar daripada kebutuhan itu sendiri. Sekaa teruna sebagai simbol spirit tradisi Bali tidak bisa menghindarkan diri dari pengaruh gaya hidup tersebut, ketika pengetahuan dan keterampilan tradisional warga sekaa teruna dipertanyakan melalui derasnya informasi dari berbagai media. Mereka dengan mudah meracik pengetahuan dan merubah struktur kognitifnya sesuai dengan perkembangan kebutuhannya hingga ditemukan posisi yang pas benar dengan ukuran hati dan pikirannya. Dalam hal ini warga sekaa teruna dengan mudah meracik agamanya sendiri sesuai dengan informasi yang diperolehnya dari globalisasi “dharma wacana”, baik dalam bentuk sastra klasik maupun modern.
Ini berarti bahwa pengaruh modernisme dan globalisasi terhadap generasi muda ditegaskan dengan adanya transformasi sistem pengetahuan, sistem nilai, dan sistem tindakan dalam kehidupan sosial. Implikasi dari proses transformasi ini terhadap sekaa teruna, antara lain ditandai dengan terjadinya proses penurunan partisipasi warga sekaa teruna terhadap kegiatan adat istiadat dan keagamaan. Beberapa kasus misalnya, rendahnya tingkat kehadiran warga sekaa teruna dalam rapat-rapat dan kegiatan lainnya, adanya kesulitan dalam penjaringan peserta pendidikan kepemudaan Hindu, penolakan proposal kegiatan sekaa teruna oleh pemerintah dan sektor swasta. Hal ini seperti diungkapkan oleh peserta pendidikan kepemimpinan pemuda Hindu dalam tiga angkatan di Denpasar.
Rupanya modernisme dan globalisasi yang telah memperkenalkan tatanan nilai baru juga menyebabkan warga sekaa teruna menemukan kesulitan menentukan orientasi nilai tradisi di antara pusat-pusat orientasi nilai baru. Menentukan nilai yang baik bagi perubahan tatanan sosial budaya bukanlah persoalan mudah karena runtuhnya pusat-pusat orientasi nilai tradisi tidak selalu diikuti oleh kemampuan memadai untuk menempatkan pilihan-pilihan secara tepat pada pusat-pusat orientasi nilai baru. Pergeseran nilai-nilai ini merupakan tantangan bagi sekaa teruna, karena itu kebangkitan peran sekaa teruna sesuai dengan tradisi Bali dan agama Hindu adalah jawabannya. Hipotesis ini didasarkan atas kenyataan bahwa peran strategis sekaa teruna yang secara moral adalah generasi pemegang visi tradisional, agar mereka tidak terasing dalam beragamnya pusat-pusat orientasi nilai baru. Ini berarti kemampuan meletakkan pilihan-pilihan secara tepat pada jamaknya pusat-pusat orientasi nilai baru merupakan tuntutan yang harus dilakukan dalam cepatnya perubahan yang semakin mengglobal. Gelombang informasi yang melampuai batas-batas ruang dan waktu telah menyebabkan dunia semakin menyempit, kegesitan arus transfortasi barang dan orang membuat dunia nyaris tanpa batas. Dalam rangka meningkatkan kemampuan sekaa teruna dalam menempatkan pilihan-pilihan secara tepat sebagai kebangkitan peran sekaa teruna, setting pendidikan kepemimpinan pemuda Hindu diperlukan. Oleh karena itu segera perlu dipahami tentang kebangkitan peran sekaa teruna yang mengemban visi tradisional dalam “pertarungannya” di antara pusat-pusat orientasi nilai modernisme.

Memahami Silabus Pendidikan Kepemimpinan Pemuda Hindu
Pendidikan kepemimpinan ini diselenggarakan selama 4 hari dengan jumlah jam pertemuan sebanyak 6 kali setiap hari dan setiap pertemuan berlangsung selama satu setengah jam. Selama empat hari efektif ditemukan 24 kali pertemuan tatap muka atau selama 36 jam efektif. Selama 36 jam ini peserta didik menerima sekurang-kurangnya 19 jenis tema materi pokok, berupa pengetahuan dan keterampilan tradisional, dinamika adat istiadat, dan persaingan budaya dalam dunia kontemporer. Untuk lebih jelasnya isi silabus pendidikan kepemimpinan pemuda Hindu tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut.
NO MATERI PENDIDIKAN WAKTU
1 Yoga 4xpertemuan
2 Mempersiapkan Generasi Muda Menghadapi Perubahan Zaman 1xpertemuan
3 Membangun Budaya Rohani Dalam Rangka Membentuk Karakter Kepemimpinan Pemuda Hindu Yang Bermoral 1xpertemuan
4 Adat dan Budaya Bali Dalam Perubahan 1xpertemuan
5 Memahami Gejolak Remaja 1xpertemuan
6 Pencegahan HIV/AID di Kalangan Generasi Muda 1xpertemuan
7 Menanamkan Budaya Toleransi Dalam Kehidupan Multikultural 1xpertemuan
8 Memposisikan Desa Pakraman Sebagai Benteng Ketahanan Kebudayaan Hindu 1xpertemuan
9 Makna Demokrasi Dalam Pelaksanaan Pilkada 1xpertemuan
10 Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 1xpertemuan
11 Membangun Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Generasi Muda Hindu 1xpertemuan
12 Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian Dalam Menunjang Perekonomian 1xpertemuan
13 Pengembangan Pariwisata Budaya Bali 1xpertemuan
14 Peran Pemuda Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup 1xpertemuan
15 Peran Pemuda Dalam Bidang Olah Raga 1xpertemuan
16 Kesetaraan Gender 1xpertemuan
17 Kepemimpinan dan Managemen Hindu 1xpertemuan
18 Aspek Perencanaan Dalam Organisasi Kepemudaan 1xpertemuan
19 Pembinaan Generasi Muda Hindu 1xpertemuan
Sumber: Jadual Pendidikan Kepemimpinan Pemuda Hindu Propinsi Bali 2007
Apabila isi silabus tersebut dirangkai secara berurutan untuk menuju pada tujuan pelatihan maka ditemukan segugusan gagasan sebagai satu kesatuan kemungkinan seperti berikut. Yoga pada dasarnya mampu Mempersiapkan Generasi Muda Menghadapi Perubahan Zaman. Di samping itu, juga dapat dilakukan, antara lain dengan Membangun Budaya Rohani Dalam Rangka Membentuk Karakter Kepemimpinan Pemuda Hindu Yang Bermoral, memahami Adat dan Budaya Bali Dalam Perubahan, dan Memahami Gejolak Remaja. Permasalahan generasi muda lainnya yang perlu ditangani secara serius adalah pergaulan liar dan akibatnya, karena itu diperlukan pengetahuan tentang Pencegahan HIV/AID di Kalangan Generasi Muda. Kenyataan menunjukkan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas multietnis dan budaya sehingga perlu Menanamkan Budaya Toleransi Dalam Kehidupan Multikultural. Untuk itu perlu Memposisikan Desa Pakraman Sebagai Benteng Ketahanan Kebudayaan Hindu dan memahami Makna Demokrasi Dalam Pelaksanaan Pilkada. Pemahaman ini masih perlu dukungan melalui Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang berguna untuk Membangun Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Generasi Muda Hindu. Dengan demikian akan terjadi Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian Dalam Menunjang Perekonomian sehingga berguna bagi Pengembangan Pariwisata Budaya Bali. Untuk itu Peran Pemuda Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup, dan Peran Pemuda Dalam Bidang Olah Raga, serta pemahaman tentang Kesetaraan Gender dapat menggugah Kepemimpinan dan Managemen Hindu. Dalam hal ini termasuk perlunya mengusai Aspek Perencanaan Dalam Organisasi Kepemudaan demi suksesnya Pembinaan Generasi Muda Hindu.
Matrik silabus tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kepemimpinan pemuda Hindu Propinsi Bali 2007 lebih menekankan pada pengetahuan praktis dan keterampilan yang bersifat terapan. Materi-materi ini lebih mengeksplorasi wawasan generasi muda tentang posisi nilai-nilai tradisi dalam dunia kontemporer sebagai upaya adaptasi dalam kerangka persaingan. Setelah mengikuti pendidikan kepemimpinan ini kepada peserta didik diharapkan mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dalam pengalaman hidup empiris sehari-hari.
Berdasarkan kenyataan ini (mungkin hanya sebagai pertimbangan), rupanya isi silabus tersebut perlu memperhatikan dimensi spritual-keagamaan, seperti pengembangan akhlak mulia, pendidikan spiritual-keagamaan, pendidikan budi pekerti, dan pendidikan moral. Pendidikan spritual-keagamaan diperlukan dalam rangka menguatkan keimanan dan ketaqwaan (sradha-bhakti) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengembangan akhlak mulia dibutuhkan sehubungan dengan banyaknya perilaku yang kontraproduktif terhadap pembangunan yang sebabkan oleh rendahnya faktor ini. Pendidikan budi pekerti dipentingkan dalam rangka meningkatkan kemampuan melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan kodrat manusia, yaitu kemanusiaan. Selanjutnya, pendidikan moral (mungkin etika Hindu) memang mendesak harus diberikan karena dengannya peserta didik mampu menempatkan tingkah lakunya dalam beragamnya kontradiksi norma dan nilai, baik sosial, budaya, hukum, maupun agama. Selain dimensi fisik dan psikhis, juga diperlukan pengembangan dimensi spiritual-keagamaan sebab secara konseptual manusia adalah makhluk multidimensional.

Kebangkitan Peran Sekaa Teruna
Kata “peran” dalam bahasa kamus berarti pemain; tukang lawak; perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berdudukan dalam masyarakat. Berperan berarti bermain sebagai (dalam drama, sandiwara, dan sebagainya); bertindak sebagai. Memerankan berarti melakukan peranan. Peranan berarti bagian yang dimainkan seorang pemain; tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. Sementara itu, secara sosiologis dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Para ahli sosiologi, seperti Gross, Mason, dan McEaschen mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial, karena itu dapat dikatakan bahwa peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat. Maksudnya, seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh “masyarakat” di dalam pekerjaannya. Kadang-kadang ahli sosiologi menggambarkan peranan-peranan dalam arti, apa yang diharapkan dan dituntut oleh masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peranan sekaa teruna adalah tindakan yang harus dilakukannya sesuai dengan harapan-harapan masyarakat tersebut.
Dengan mengikuti Dahrendrof bahwa harapan-harapan di dalam peranan adalah berasal dari norma-norma sosial melalui normative reference group-nya. Kelompok referensi dari individu adalah kelompok-kelompok yang dianggap sebagai generalised others, yang mengarahkan pandangan individu dalam merumuskan situasi di mana ia berada. Pada prinsipnya pandangan Dahrendrof adalah bahwa harapan bagi suatu peranan berasal dari norma-norma sosial, bukan dari pendapat-pendapat orang. Jadi, sekaa teruna haruslah memahami bahwa ada perbedaan-perbedaan antara apa yang diinginkan oleh masyarakat umumnya sebagai suatu generalised other, walaupun konsep ini juga dapat diwarnai oleh tingkah laku masyarakat dari lingkungan yang lebih terbatas. Selanjutnya, masyarakat akan membedakan antara apa yang mereka inginkan dari sekaa teruna dan apa yang harus dilakukan oleh sekaa teruna agar dapat dianggap oleh masyarakat sebagai sekaa teruna yang baik.


Simpulan
Pendidikan kepemimpinan pemuda Hindu pada prinsipnya untuk membantu sekaa teruna mengembangkan peran dalam lingkungannya. Peran tersebut merupakan harapan-harapan dan tuntutan masyarakat, antara lain kemampuan sekaa teruna mengapresiasi adat istiadat dan agama. Peran ini penting untuk melakukan adaptasi tingkah laku dalam jamaknya nilai-nilai baru dalam perubahan sosial dan budaya yang disebabkan oleh modernisme dan globalisasi.

BALI PUSEH

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Bumi Rumah Kita

  Membaca Ulang Wasudewa Kutumbakam   I   W a y a n   S u k a r m a   Bumi adalah rumah kita bersama. Dunia adalah keluarga kita...